JAKARTA, KAIDAH.ID – Perang Israel dan Palestina tak kunjung mereda. Bahkan perang terbaru pecah saat ini, kala Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, dan dibalas oleh Zionis Israel dengan serangan udara.
Wakil Sekretaris Umum Pengurus Besar (PB) Kohati Sri Meisista mengatakan, perang Israel-Hamas kini telah memasuki hari ke-16.
“Hal ini merupakan perang paling mematikan di antara lima perang di Gaza bagi kedua belah pihak,” kata kandidat Ketua Umum PB Kohati ini.
Dia mengatakan, data Kementerian Kesehatan Palestina pada Ahad, 22 Oktober 2023 lalu menyebutkan, jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai 4.651 orang, sementara 14.254 orang lainnya terluka.
“Sedangkan korban anak-anak Gaza yang meninggal akibat serangan Israel, menurut Unicef telah mencapai dua ribu anak,” kata Meisista.
“Dengan jumlah korban meninggal sebanyak itu, menandakan bahwa Israel telah melakukan praktik genosida. Itu pelanggaran HAM berat,” tegasnya.
Lantaran itu, Wasekum PB Kohati ini mengajak kelompok perempuan, khususnya muslimah Tanah Air, agar ikut menyuarakan perlawanan terhadap Zionis Israel yang menyerang Gaza saat ini.
Menurutnya, ada historis kebangkitan perempuan Palestina melawan penjajahan Israel. sejarah perlawanan perempuan Palestina
Berdasarkan catatan sejarah, kata Sri Meisista, antara 1929 sampai dengan 1947, perempuan Palestina terlibat dalam perjuangan nasional bersama dengan laki-laki (Kuttab, 2009).
Para perempuan ini, kata dia, terlibat dalam demonstrasi, kongres, memorandum, penyelundupan senjata, pertemuan dengan pejabat pemerintah, penggalangan dana untuk mendukung tahanan, dan memberikan bantuan bagi yang terluka dalam konflik (Kuttab, 2009).
Para perempuan yang masa kecilnya pernah ikut melawan tentara Israel, di antara mereka kini telah beranjak dewasa.
“Sebut saja Michelin Awwad, perempuan Palestina pada 1980-an ikut ambil bagian dalam Gerakan Intifadah melawan Zionis Israel,” sebutnya.
Menurut dia, pada 2017, Michelin Awwad ini telah berusia 68 tahun dan telah berjuang sejak 1980-an.
“Dalam soal ini saya mau bilang, bahwa konflik Israel-Palestina sudah berlangsung lama dan belum ada solusi untuk damai. Lantas di mana negara-negara Islam, di mana PBB, di mana Dewan Keamanan PBB. Kenapa tidak ada solusi perdamaian Israel-Palestina,” sesalnya.
Oleh karena itu, mahasiswa S2 Kedokteran Universitas Indonesia ini mengajak muslimah Indonesia, untuk ikut mendesak Pemerintah Indonesia, agar menggunakan haknya sebagai anggota PBB, untuk menyuarakan perlindungan warga negara khususnya perempuan dan anak Palestina.
“Muslimah Indonesia harus ikut berjuang, menyuarakan pembelaan terhadap Palestina, khususnya perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tandas Wasekum PB Kohati. (*)
Tinggalkan Balasan