TERNATE – Malam masih pekat. Mentari dari ufuk timur belum juga berkabar. Tapi sudah terdengar kokok ayam bersahutan seakan menjemput pagi. Seorang ibu tengah menyusui bayinya, mendengar kokok ayam yang tak wajar: “Tolire gam jaha… Tolire gam jaha… Tolire gam jaha (Kampung Tolire tenggelam… Kampung Tolire tenggelam… Kampung Tolire tenggelam). Begitu bunyi kokok ayam.
Begitu cerita legenda turun temurun di tengah masyarakat Ternate, Maluku Utara, tentang tenggelamnya sebuah kampung bernama Tolire. Kampung itu, terletak di kaki Gunung Gamalama, salah satu gunung berapi yang masih aktif sampai sekarang. Tolire gam jaha itu, kemudian berubah menjadi danau yang dinamakan Danau Tolire.
Danau Tolire ini sebetulnya adalah danau vulkanik, karena berada di kaki gunung berapi. Dalam beberapa literatur, danau vulkanik itu terjadi, karena sebuah letusan gunung berapi yang mengeluarkan banyak material dan menghantam daratan sehingga membentuk lubang yang besar.
Danau Tolire sekarang, terletak di perbatasan Kelurahan Takome dan Tamadehe, di Kecamatan, Ternate Barat, Provinsi Maluku Utara (Malut) ini, dikelilingi pepohonan, dan menarik perhatian siapa saja yang berkunjung.
Hanya sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Ternate, kita sudah bisa menikmati keindahan alam Danau Tolire. Ketika memasuki kawasan danau, pengunjung akan disambut nyanyian Baikole dan Calaibi (dua jenis burung endemik di Maluku Utara) yang terbang dari satu pohon jamblang ke pohon jamblang yang lain.
Tidak hanya menyediakan wisata alam, Danau Toire memiliki keunikan yang tak dimiliki danau-danau lainnya di dunia. Jangan pernah Anda melempar batu ke dalam danau. Dapat dipastikan batu itu tidak akan sampai ke air di dalam danau. Itu terjadi, karena adanya gravitasi bumi yang kuat di danau tersebut.
Danau ini menyerupai loyang raksasa. Luasnya sekitar 5 hektare, tetapi kedalamannya hingga belum diketahui.
“Sampai sekarang, belum ada yang mengukur kedalaman danau ini. Tetapi menurut cerita leluhur, kedalamannya berkilo-kilometer dan berhubungan langsung dengan laut,” kata Mohammad Fandi, salah seorang warga setempat.
Fandi bercerita, menyebut nama Danau Tolire, yak bisa dilepaskan dari kisah legenda masa lalu. Alkisah, Danau Tolire awalnya adalah satu perkampungan yang dikutuk menjadi danau. Ketika itu, warga di Kampung Tolire sedang merayakan pesta atau ritual adat. Di malam puncak acara yang telah berlangsung 7 hari 7 malam itu, seorang pembantu raja tak sengaja melihat sang raja dan seorang gadis yang ternyata anak kandung raja itu, tidur bersama. Tiba-tiba terdengar kokok ayam: Tolire Jaha yang berarti Tolire akan tenggelam.
Saat kokok ayam yang pertama, pembantu memberanikan diri masuk ke kamar raja untuk memberitahukan kejadian tersebut, namun raja tak mau percaya laporan pembantunya itu. Menurut raja, tidak mungkin ayam berkokok dengan suara seperti manusia.
Saat itulah, ayam kembali berkokok yang kedua kalinya, dan tanah mulai bergeser, dan bergoyang, kemudian sang pembantu coba melarikan diri dengan membawa pinang dan sirih menuju pantai.
Kemudian Ayam kembali berkokok untuk yang ketiga kalinya dan diikuti tanah longsor. Namun semua warga yang ada di kampung tersebut sedang tertidur pulas. Alhasil sang pembantu lari meninggalkan Tolire. Kampung itu kemudian dan membentuk sebuah kubangan besar. Jadilah Danau Tolire.
Dalam versi yang lain, warga telah menyiapkan persembahan berupa sesajen sebagai tanda dimulainya pesta. Mereka memakai pakaian berwarna-warni agar lebih menambah semarak uapacara itu. Gong dan tifa mengiringi penari yang dengan lemah lembut menampilkan kebolehannya.
Kepala kampung pada malam pesta itu ikut menari bersama rakyatnya. Tapi ia tiba tiba menghilang dengan anak gadisnya sendiri. Pesta pun usai. Kepala kampung yang telah dikuasai minuman keras itu, hilang kendali. Ia tak peduli lagi gadis cantik yang juga anaknya sendiri itu disetubuhi.
Maka terjadilah malapetaka itu. Di saat warga kampung sudah terlelap ada seorang perempuan yang terbangun menjelang subuh, karena akan menyusui anaknya, tiba- mendengar kokok ayam berkokok, “tolire gam jaha, tolire gam jaha, tolire gam jaha …”
Suara kokok ayam ini terdengar sampai tiga kali. Setelah mendengar suara kokok ayam itu, perasaan takut tiba tiba ada pada dirinya dan ia memutuskan untuk menggendong anaknya yang masih kecil itu untuk segera melarikan diri dari kampung, tetapi pada saat itu terdengarlah gemuruh air dan suara benturan-benturan, seketika ia sadar bahwa Kampung Tolire akan tenggalam.
CERITA MISTIS
Selain pesona keindahannya, Danau Tolire juga menyimpan cerita mistis yang masih dipercaya sampai sekarang. Di danau itu, ada seekor buaya yang dipercaya oleh warga setempat sebagai buaya putih. Buaya itu diyakini sebagai penjaga Danau Tolire.
“Buaya putih itu hanya muncul di saat-saat tertentu saja,” kata M. Ansar salah seorang petugas di kawasan wisata Danau Tolire itu.
Hingga saat ini, Danau Tolire masih menjadi tempat wisata favorit wisatawan lokal maupun mancanegara. Jika Anda ingin berkunjung ke Danau Tolire, jangan lupa siapkan uang untuk membeli batu untuk melempar ke tengah danau, guna membuktikan adanya daya gravitasi itu.
Di sekitar danau, banyak anak setempat menjual batu-batu kecil bagi pengunjung yang penasaran ingin melempar batu ke dalam Danau.
Tak sedikit yang datang berkunjung ke danau raksasa di Maluku Utara ini. Menurut Ansar di akhir pekan, biasanyabisa sekitar 50 hingga 100 pengunjung yang datang ke Danau Tolire, hanya untuk sekadar melempar kea rah danau, berswafoto dan menikmati pisang goreng mulu bebe dan kelapa muda.
Nah, bagi Anda yang berada di luar Maluku Utara atau seperti dari Jakarta, jika ingin ke Danau Tolire, Anda harus naik pesawat Garuda, Batik Air, Lion Air atau Sriwijaya dari Bandara Soekarno Hatta, bisa degan transit di Makassar, Manado atau langsung ke Bandara Sultan Baabullah di Ternate.
Setiba di bandara, Anda tinggal menuju Danau Tolire yang ditempuh sekitar 40 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua atau lebih cepat sekitar 25 menit dengan menggunakan mobil carteran. Ayo datang ke Ternate. ***
Tinggalkan Balasan