PALU – Pria bertubuh pendek, badannya gempal dan wajahanya selalu cerah itu runut menjelaskan tentang kisah perjalanannya dari kampungnya di Semarang hingga menjadi amir atau pimpinan Jamaah Islamiyah di Poso. Ia adalah Hasanuddin alias Hasan alias Ustadz Hasan.
Ia terpapar pemahaman radikal sampai meningkat menjadi aksi ekstrimisme, saat masih kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang. Dari situ ia kemudian berniat berjuang bersama-sama umat Islam lainnya di Mindanao. Berangkat ke Mindanao, Ustadz Hasanuddin harus melewati rute yang berliku-liku.
Oleh seseorang yang mengajaknya ke Mindanao, menuntun Hasanuddin agar berangkat dari Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara. Dari Semarang, ia berangkat ke Jakarta, kemudian ke Manado, lalu menyeberang dengan kapal laut ke Sangihe. Di situ, ia disuruh tinggal di salah satu kampung, yang semuanya adalah warga Kristiani.
Lebih kurang seminggu ia tinggal di kampung Kristen itu. Tak ada suara pengajian, tak ada suara adzan dari toa masjid. Pokoknya, tak ada suasana Islami di kampung itu. Ternyata, semua settingan itu bukan tidak punya maksud. Semuanya agar Ustadz Hasanuddin makin benci terhadap orang Kristen dan menilai bahwa umat Islam itu didzalimi di Indonesia.
“Situasi di kampung itu membuat saya makin marah terhadap pemerintah dan umat Kristiani,” kata Hasanuddin.
Tinggalkan Balasan