DALAM DUA HARI INI, publik dan diaspora Maluku Utara tersentak kaget. Bagaimana tidak, tokoh kebanggaan mereka, panutan mereka, Gubernur Abdul Gani Kasuba, terkena Operasi Tangan Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Desember 2023.

Gubernur Abdul Gani Kasuba, yang oleh masyarakat Maluku Utara menyingkat namanya menjadi AGK, disangkakan oleh KPK dalam kasus suap proyek infrastruktur di Halmahera. Begitu kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pada Rabu, 19 Desember 2023

Usai penetapan tersangka, Gubernur AGK keluar dari KPK karena hendak dibawa ke rumah tahanan. Para jurnalis mendesak, agar Gubernur AGK melepas maskernya, dan memberikan keterangan pers. Para reporter media itu bertanya: Di Hotel Bidakara itu ngapaian Pak?,” lebih kurang seperti itulah pertanyaan jurnalis.

Gubernur AGK menjawab: Sebagai Gubernur, saya meminta maaf kepada masyarakat, karena ada hal-hal sampai terjadi seperti ini. Saya sudah berusaha selama 2 periode, tapi akhirnya di jabatan terakhir, tersandung persoalan seperti ini, saya kira itu risiko jabatan,” kata Gubernur.

“Kalau di hotel itu, saya hanya punya uang kontan Rp1,4 juta. Kalau ada transaksi, itu di luar dugaan saya,” tandasnya.

CERITA KAWAN

Kawan saya, tak usah menyebut namanya. Sebelum kembali ke Ambon, Dua tahun lamanya ia selalu bersama AGK pada periode pertama menjadi Gubernur Maluku Utara. Kawan saya ini menjadi orang terdekat, yang selalu mengingatkan Gubernur AGK, agar tak tergelincir atau kesandung masalah hukum.

Kawan saya ini bilang, dia sangat percaya, bahkan haqqul yaqin, kalau pengakuan Gubernur AGK tentang uang kontannya hanya Rp1,4 juta saat OTT, itu sangat patut dipercaya, karena Gubernur AGK itu pasti jujur.

“Ini saya berani bersumpah. Gubernur itu jujur, tidak mungkin beliau bohong,” kata kawan itu.

Dari situlah mengalir kisah-kisah lain. Kata kawan saya, pernah pada paruh 2017 silam, manajemen Hotel Bidakara mengusir Gubernur AGK dari hotel, karena tak bisa membayar kamar yang sudah ditempatinya menginap beberapa malam.

Saat itu, kebetulan kawan saya ini juga sedang ada di Jakarta. Gubernur AGK kemudian meminta ajudannya, untuk menelepon kawan saya itu, agar datang ke hotel. Datanglah ia dan bertemu dengan Gubernur AGK di loby hotel.

 “Ana datang haga-haga paitua, baru paitua bilang:  Dong so kase kaluar pa saya dari hotel, barang bolong bayar kong (Saya datang dan menatap beliau. Kemudian beliau bilang: Mereka (manajemen hotel) sudah keluarkan saya dari hotel, karena belum bayar kamar,” kata kawan saya menirukan ucapan Gubernur AGK.

Menurut kawan saya, peristiwa pengusiran dari hotel itu dua kali menimpa Gubernur AGK.

Dia bilang, Gubernur AGK itu orang yang sangat dermawan. Ringan tangan kepada kepada anak-anak Maluku Utara yang sedang kuliah di Jakarta. Jika punya uang tunai Rp10 juta misalnya, maka uang itu pasti dihabiskan untuk membantu mahasiswa yang datang bertandang kepadanya di hotel.

“Setelah itu, baru Gubernur bilang ke saya: Kita pe doi tadi so abis. Kita kase mahasiswa. (Uang saya sudah habis. Saya sudah kasih ke mahasiswa,” kata kawanku mengulang ucapan Gubernur AGK.

TIDAK SAMPAI KE TANGANNYA

Masih cerita dari kawan saya itu. Saat masih menjabat di periode pertama, Gubernur AGK menandatangani pengalihan 27 IUP nikel untuk PT Harita Group. Setelah urusan itu beres, tahun berpindah hingga Pilkada 2019 berlangsung.

“Saya marah waktu itu ke Gubernur AGK, ‘saya berkelahi dengan beliau’, saya larang beliau menandatangani pengalihan IUP itu. Tapi beliau balik marah ke saya dan tetap menandatangani IUP nikel tersebut,” kisahnya.

Kembali ke Pilkada 2019. Gubernur yang sebelumnya menggunakan kendaraan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), harus merelakannya untuk adiknya kandungnya sendiri, Muhammad Kasuba. Gubernur AGK akhirnya menggunakan perahu PDI Perjuangan.

Pilkada berlangsung dan terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU). Ada uang sekira Rp41 miliar dari perusahaan pemilik IUP Nikel. Tapi, uang itu tak pernah singgah ke tangannya. Dari uang sebanyak itu, sekira Rp20 miliar digunakan untuk PSU pada Pilkada 2019.

Selebihnya, uang itu dibawa oleh seorang pejabat di Maluku Utara. Itupun nanti belakangan baru Gubernur AGK tahu ada uang sebanyak itu. Gubernur tahu itu bertepatan dengan dengan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkannya dalam gugatan lawan politik di Pilkada 2019.   

Bertepatan dengan pembacaan putusan itu, Gubernur AGK menelepon kawan saya untuk meminta maaf, karena tidak mau mendengar larangan agar tidak menandatangani pengalihan IUP itu.

Pasalnya, terkuak juga kalau ada uang Rp20 miliar yang masuk ke pundi-pundi pejabat polisi itu, dan tidak pernah disentuh sedikitpun oleh Gubernur AGK. Akhirnya, empat bulan setelah Pilkada, pejabat polisi itu dimutasi dari Maluku Utara.

“Ustadz minta maaf pa saya, baru paitua bilang:  Padahal dong bafoya pa saya, baru saya bakalai deng ngana. Baru doi pe banya itu, kita cuma dengar saja, me tara lia doi pe rupa. (Gubernur meminta maaf ke saya, kemudian beliau bilang: Ternyata mereka sudah membohongi saya, sampai saya berkelahi sama kamu. Dan uang yang begitu banyak, saya hanya dengar saja, tapi tak pernah melihat bentuknya seperti apa,” kata kawan menirukan ucapan Gubernur AGK.

Kisah lain yang kawanku tuturkan. Suatu saat, Gubernur AGK berjanji akan memberikan bantuan 40 zak semen untuk pembangun masjid. Semen itu sudah diantar ke panitia pembangunan masjid. Notanya diberikan ke AGK. Tapi apa lacur, Gubernur AGK tak bisa membayarnya, karena ia tak punya uang.

GUBERNUR ITU MUDAH PERCAYA DAN PEMAAF

Gubernur itu sangat mudah percaya pada orang lain. Lantaran itu, para pejabat di Pemprov Maluku Utara sering membohonginya. Tetapi Gubernur juga mudah. Apalagi kalau kepala dinas yang membohonginya itu sudah ikut shalat jamaah, kemudian jabat tangan dan cium tangannya.

“Itu deng paitua langsung lupa masalah dibohongi. Pejabat itu langsung dimaafkan. (Setelah itu, beliau langsung melupakan masalah kalau beliau dibohongi,” kata kawanku.

Cerita kawanku lagi, suatu ketika menjelang magrib, ia dan Gubernur AGK lagi ngobrol di kediaman. Di saat itu, datang seorang kepala dinas menyerahkan surat kepada gubernur untuk ditandatangani. Ia tak menjelaskan perihal surat tersebut, tapi langsung menyerahkan kepada Gubernur AGK untuk diteken.

Gubernur AGK mengambil surat di dalam map itu, kemudian menyerahkan kepada kawan saya untuk dibaca. Setelah itu, ia bertanya perihal surat yang ada di dalam map berwarna merah tersebut.

“Setelah saya baca, saya sampaikan agar ustadz tidak menandatangani surat itu, karena isinya tentang IUP nikel yang bermasalah. Nanti Ustadz juga kena masalah,” cerita kawan.

Akhirnya, Gubernur AGK akhirnya merampas map itu dan melemparnya ke wajah kepala dinas tersebut yang memang tugasnya mengurus soal IUP Nikel tersebut.  

Tapi itulah Gubernur AGK, setelah itu ia pun memaafkan lagi kepala dinas itu, dan melupakan bahwa ia telah dibohongi sebelumnya tentang IUP yang bermasalah.

DITINGGAL DI AKHIR JABATAN PERTAMA

Pada suatu kesempatan, Gubernur AGK berakhir masa jabatannya di periode pertama. Otomatis, harus meninggalkan seluruh fasilitas pemerintah, termasuk harus meninggalkan rumah dinas yang ia tempati. Jam tiga sore, Gubernur sudah harus meninggalkan rumah dinas itu, tapi tak bisa ia lakukan. Mobil dinas DG 1 tak mau ia gunakan lagi untuk kembali ke rumah pribadinya.

Ternyata, kisah kawan saya ini, di akhir masa jabatannya, tak satu pun orang yang mau mengurusi Ustadz AGK. Semuanya meninggalkan AGK di akhir masa jabatan periode pertama itu. Semua bekas anak buahnya tak lagi peduli. Akhirnya, sekira jam Sembilan malam, Ustadz AGK menelepon kawan saya itu, agar datang ke rumah dinas di Kelurahan Kalumpang.

“Saya datang ke rumah dinas, kemudian saya sampaikan ke Gubernur, kenapa masih di rumah dinas, Ustadz kan sudah bukan gubernur lagi? Beliau jawab ke saya:  Kita tara bisa kaluar, barang tara ada oto. (Saya tidak bisa keluar, karena tidak ada mobil,” kata Gubernur AGK ketika itu.

Akhirnya, kawan saya itu menyewa dua unit mobil, satunya digunakan Ustadz AGK, dan satunya lagi digunakan istrinya untuk angkut barang-barang pribadi, kembali ke rumah mereka di bagian Utara Kota Ternate.

KALIMAT YANG MEMBEKAS

Masih dari kawan saya itu. Dia berkisah, suatu saat Gubernur AGK bilang, jika gubernur ditangkap KPK itu biasa. Hampir di seluruh Indonesia seperti itu. Tetapi kalau ada kyai yang ditangkap KPK, itu sangat luar biasa.

“Kalau gubernur yang ditangkap KPK itu sudah banyak dan sudah biasa di negara ini, tapi kalau Kyai yang ditangkap KPK, itu luar biasa malunya, luar biasa  aibnya,” begitu kawan saya menirukan ucapan Gubernur AGK.

“Rupanya, setelah empat tahun saya berpisah dengan Ustadz AGK, ucapan itu terjadi juga. Innalillahi wainna’ilaihi raji’un,” katanya.

Maka, kawan saya bilang, ia sangat yakin kalau ada uang Rp750 juta dan Rp2,2 miliar yang disebut oleh KPK dalam konferensi pers itu, pasti tidak pernah diketahui oleh Gubernur AGK. Boleh jadi, uang itu mampir di rekening orang lain, yang Ustadz AGK sendiripun tidak tahu menahu.

Tetapi ia yakin, OTT itu hanyalah pintu masuk bagi KPK, untuk membongkar kebusukan para pejabat di Pemprov Maluku Utara. Sebagai pimpinan, Gubernur AGK harus menjadi korban, untuk membuka aib yang lebih besar di provinsi itu.

“Saya yakin, semua kebusukan pejabat di Pemprov Maluku Utara akan dibuka semuanya. Bersiaplah untuk digelandang ke Gedung Merah Putih di Jakarta,” tandas kawan saya itu. Wallahu a’lam bishawab (*)

Selamat Ulang Tahun Ustadz AGK. Mabruk alfa mabruk ‘alaika mabruk.