MENJENGUK orang yang sedang sakit, merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam agama Islam, bahkan menjadi bagian dari ibadah yang mendatangkan pahala besar.
Allah Subhanahu Wata’ala menjanjikan ganjaran yang luar biasa, bagi hamba-Nya yang dengan ikhlas menjenguk orang yang sedang sakit, karena kehadiran penjenguk memberikan dorongan semangat bagi si sakit, menghibur, dan memberi harapan untuk kesembuhan.
Namun, di era digital ini, fenomena membagikan momen pribadi melalui media sosial telah menjadi bagian dari keseharian. Tidak jarang, momen ketika seseorang sedang sakit di rumah sakit atau di rumah pun, tak lepas dari bidikan kamera ponsel, kemudian diunggah ke media sosial.
Foto-foto ini, sering kali menunjukkan kondisi seseorang yang terbaring lemah dengan berbagai peralatan medis, seperti cairan infus atau selang pernapasan.
Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi perilaku ini dalam konteks etika dan ajaran agama?
Islam sangat menghargai privasi seseorang. Dalam ajaran Islam, setiap individu memiliki kehormatan dan hak untuk menjaga aib pribadinya, termasuk dalam kondisi sakit. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa menutup (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).
Ini berarti, ketika seseorang sedang sakit dan dalam kondisi yang kurang baik, kita harus menjaga kehormatan dan privasinya, bukan justru mengekspos keadaan tersebut tanpa izin.
Kehidupan sehari-hari sudah cukup memberikan tekanan bagi banyak orang untuk selalu tampil prima. Foto yang diambil di saat seseorang sedang tergolek lemah, atau berjuang melawan penyakit mungkin bisa memunculkan simpati dari banyak orang.
Namun, apakah kita mempertimbangkan bagaimana perasaan orang tersebut, ketika fotonya tersebar di media sosial tanpa persetujuannya?
Tentunya, niat baik dari seorang penjenguk yang ingin menggalang doa dan solidaritas untuk si sakit, sangat dihargai. Namun, lebih bijak jika sebelum mengunggah foto, penjenguk meminta izin terlebih dahulu kepada orang yang bersangkutan atau kepada keluarga yang merawat.
Ini penting, karena meski tujuannya untuk kebaikan, menghormati privasi orang lain adalah bagian dari adab yang harus dijaga.
Ada banyak cara lain untuk menunjukkan perhatian dan doa, tanpa harus menyebarkan foto orang yang sedang sakit. Cukup dengan menyampaikan doa melalui pesan pribadi atau berbagi kabar baik tentang kondisi si sakit secara elegan dan sopan. Cara-cara ini jauh lebih santun dan tidak melanggar hak privasi individu.
Dalam Islam, niat baik tentu sangat penting, tetapi cara dan adab dalam menyampaikannya tidak kalah penting. Ketika ingin berbagi informasi mengenai orang yang sedang sakit, kita perlu memastikan bahwa itu dilakukan dengan cara yang menjaga martabat dan kehormatan orang tersebut.
Jika orang yang bersangkutan tidak bisa memberikan izin, kita bisa meminta persetujuan dari keluarga atau kerabatnya.
Etika ini juga berlaku tidak hanya dalam situasi sakit, tetapi juga dalam penyebaran foto jenazah atau korban kecelakaan. Menjaga kehormatan dan hak privasi orang lain, adalah bagian dari adab yang mulia.
Dengan demikian, kita sebagai penjenguk, harus selalu mengingat tujuan utama dari kunjungan kita: untuk meringankan penderitaan, memberikan dukungan, dan menghibur. Semoga niat baik kita selalu diiringi dengan cara yang baik, menjaga kehormatan sesama, dan menghindari tindakan yang bisa merugikan orang lain, meskipun niatnya baik.
Semoga Allah memberikan kemudahan, keberkahan, dan kesembuhan bagi yang sedang sakit, serta terus menuntun kita untuk selalu melakukan kebaikan dengan cara yang penuh adab. (*)
Tinggalkan Balasan