Namun langkah yang dilakukan pemerintah ini tidak akan optimal jika di sisi yang lain BI melakukan kebijakan kontraktif dengan menarik uang yang beredar dari dalam sistem perekonomian.
Sebagaimana diketahui, BI memiliki instrumen moneter dalam bentuk Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sertifikat Valas Bank Indonesia (SVBI), yang bisa digunakan sebagai chanel untuk menarik uang dari sistem perekonomian.
Jika BI menetapkan imbal hasil yang tinggi untuk SRBI dan SVBI, maka pelaku ekonomi akan lebih memilih berinvestasi di SRBI dan SVBI alih-alih melakukan ekspansi usaha di sektor riil.
Uang yang sudah digelontorkan oleh pemerintah ke sistem perekonomian, akan kembali tersedot ke dalam industri keuangan dan sistem ekonomi, akan mengalami kekeringan likuiditas dan kinerja ekonomi akan melambat.
Oleh karena itu, target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan oleh pemerintah, hanya akan tercapai jika terjadi harmoni antara kebijakan fiskal dan moneter. Target pertumbuhan ekonomi delapan persen mustahil tercapai, jika bauran kebijakan fiskal dan moneter tidak searah dan seirama.
Dengan kata lain, sangat penting bagi pemerintah dan BI, untuk saling menjaga agar kebijakan yang dibuat, tidak saling meniadakan atau berbeda arah.
PENGALAMAN SEJARAH
Dari pengalaman dan catatan sejarah, BI dan pemerintah memiliki harmoni kebijakan yang cukup baik. Bank Indonesia selama ini telah menjadi salah satu lembaga negara yang memiliki kinerja yang cukup baik.
Di tengah gejolak dan ketidakpastian global serta dinamika ekonomi nasional, BI relatif berhasil menjaga nilai rupiah tetap stabil, seraya menekan inflasi pada level yang relatif rendah.
Bahkan, jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, Indonesia menjadi salah satu negara terbaik yang mampu menjaga stabilitas nilai tukar mata uangnya. Dengan kata lain, BI telah berhasil menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Prestasi yang telah dijalankan oleh BI ini akan kembali diuji. Jika selama ini BI berhasil dalam mengerem pertumbuhan ekonomi supaya tidak mengalami overheat, maka tantangan selanjutnya adalah, bagaimana BI bisa melepas pedal rem, sehingga roda perekonomian bisa berjalan lebih cepat dengan konsekuensi sedikit mentolelir stabilitas tingkat inflasi dan juga nilai tukar.
PERUBAHAN PARADIGMA
“Melepas rem” sebagaimana disebutkan sebelumnya, adalah suatu hal yang jarang dilakukan oleh BI. Selama ini, BI cenderung kontraktif untuk menjaga stabilitas perekonomian. Melepas rem sama saja dengan mengubah paradigma atau bahkan mungkin keyakinan.
Bahkan bagi sebagian orang, mengubah paradigma sama dengan mengubah madzhab dan keyakinan, sangat tabu jika tidak mau dikatakan tidak mungkin.
Namun berkaca dari catatan sejarah, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki jiwa kekeluargaan dan kegotongroyongan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing menjadi peribahasa yang menggambarkan sifat dan watak asli bangsa Indonesia.
Kerja sama dan kerja bersama-sama, menjadi jati diri bangsa Indonesia. Kepentingan bangsa dan negara selalu ada di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Oleh karena itu, mengubah paradigma, madzhab, dan keyakinan menjadi hal yang sangat mungkin dilakukan oleh bangsa Indonesia jika dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara. Dengan langkah bersama, langkah yang harmonis, searah dan seirama antara pemerintah dan BI, target pertumbuhan ekonomi delapan persen akan lebih mudah atau bahkan lebih cepat tercapai.
Saat ini pemerintah mulai melakukan kebijakan yang ekspansioner, maka BI bisa dipastikan akan mendukung langkah-langkah ekspansi pemerintah tersebut, dengan mengeluarkan kebijakan moneter yang juga ekspansioner.
“Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”
Tinggalkan Balasan