Ia juga mengajak sesama kelompoknya dan kelompok lainnya di Poso dan seluruh Indonesia, untuk memikirkan kondisi Poso agar menjadi lebih baik dan bersikap lebih bijaksana
“Cukuplah saya yang terakhir melakukan itu. Saya mohon maaf kepada keluarga korban dan saya sadar ini melanggar hukum. Kami menyesali dan bertanggung jawab,” kata Ustadz Hasanuddin.
Lantaran berkelakuan baik itulah, Hasanuddin mendapatkan pemotongan masa tahanan. Ia hanya menjalaninya selama 12 tahun dan baru bebas pada 2018 lalu. Selama di dalam penjara, Hasanuddin berkenalan dengan Lukman Thahir yang saat itu sebagai Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Alkhairaat yang berpusat di Palu.
Pertemuan itu bukan tanpa sengaja, tetapi memang karena Doktor jebolan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu sedang melakukan penelitian tentang terorisme Poso.
Ia tidak hanya bertemu dengan Hasanuddin, tetapi juga Amril Ngiode alias Aat alias Memet alias Ujang, pelaku peledakan bom Tentena, Poso pada 2005 silam. Bertemu pula dengan Ardin alias Rozak, terpidana kasus kasus bom tentena, penembakan Gereja Immanuel dan pencurian toko emas di Palu. Terpidana terorisme lainnya adalah Yudi Parsan alias Yudi yang terlibat dalam kasus penembakan Pendeta Susianti Tinulele. Terpidana terorisme lain yang ditemui Lukman Thahir, adalah Fitrah yang bersama-sama Santoso (mantan pimpinan Mujahidin Indonesia Timur) mencegat dan merampas mobil box di Poso.
Selama di penjara di Lembaga Pemasyarakatan Palu, Ustadz Hasanuddin bersama terpidana teroris lainnya selalu berdiskusi dengan Lukman Thahir yang saat ini sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Palu. Pertemuan bertahun-tahun itu, berakhir pada pembinaan berkelanjutan terhadap para eks narapidana terorisme itu setelah mereka bebas.
Tinggalkan Balasan