INI TENTANG ABCANDRA M. AKBAR SUPRATMAN — Kamis dini hari di Jakarta, ketika kebanyakan orang di Palu sudah terlelap di peraduan, sebuah pertarungan senyap terjadi di dalam gedung megah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Di sana, dua sosok dengan latar belakang yang berbeda, bertarung untuk memegang kendali sebuah institusi yang menjadi pilar penting dalam politik Indonesia.

Salah satunya adalah Abcandra M. Akbar Supratman, anak muda yang namanya kini menorehkan sejarah baru—bukan hanya sebagai politisi, tetapi sebagai putra Sulawesi Tengah pertama yang menduduki kursi pimpinan MPR.

Dalam hening malam itu, Abcandra, pria yang baru menginjak usia dewasa dan membawa semangat daerahnya, berdiri tegar melawan Fadel Muhammad, politisi kawakan dari Gorontalo, dua periode gubernur, tokoh yang sudah lama malang melintang di kancah politik nasional.

Banyak yang mungkin tak menduga, di antara riuh rendah suara politik yang terkadang terasa jauh dari daerah, seorang anak muda dari provinsi yang sering dianggap di luar radar politik besar ini, mampu mengungguli salah satu pemain veteran.

DUA PUTARAN MENUJU PANGGUNG BESAR

Malam itu, pemilihan berjalan dalam dua putaran. Putaran pertama adalah langkah pembuka, enam kandidat berjuang meraih dukungan. Namun, hanya dua nama yang berhasil menembus kompetisi ketat itu: Abcandra dan Fadel.

Abcandra memimpin dengan 45 suara, unggul tipis atas Fadel Muhammad yang memperoleh 38 suara. Ini bukan sekadar angka; ini adalah pertanda, politik Indonesia kini mulai menerima wajah baru—wajah anak muda yang membawa perubahan.

Putaran kedua pun berlangsung. Ketegangan makin memuncak di ruang sidang. Bagi Abcandra, ini adalah momen krusial. Di usianya yang masih relatif muda, ia berhadapan dengan tantangan besar.

Ketika akhirnya suara diumumkan, hasilnya membuat banyak orang tertegun: Abcandra M. Akbar Supratman, putra Sulawesi Tengah, berhasil meraih kemenangan telak atas Fadel Muhammad. Dengan suara mayoritas, ia mengukuhkan posisinya sebagai pimpinan MPR dari unsur DPD.

“Iya, Abcandra,” kata Hasby Yusuf, seorang anggota DPD dari Maluku Utara menjawab pesan pribadi media ini jelang pemilihan.

Senyum tipis mungkin terukir di wajah Abcandra, bukan karena kesombongan, tetapi sebagai tanda sebuah perjalanan panjang yang mulai menemukan hasilnya.

LANGKAH SEORANG PEMUDA

Abcandra tidak lahir dari gemerlap politik nasional. Ia adalah anak muda yang tumbuh di lingkungan sederhana di Palu. Sebagai anak sulung dari Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum dan HAM, dia memahami, jalan menuju puncak kekuasaan bukanlah jalan yang mudah. Tapi, sejak kecil, ia telah ditempa dengan nilai-nilai kerja keras, pendidikan, dan rasa tanggung jawab.

Masa kecilnya ia habiskan di Palu, di SDN 25 Palu, tempat ia memulai langkah-langkah kecil yang kelak membawanya ke panggung besar di Jakarta. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, perjalanan pendidikannya berlanjut ke Jubilee Junior High School di Jakarta, sebuah sekolah yang memberinya pandangan baru tentang dunia yang lebih luas. Namun, meski berada di ibu kota, Abcandra tak pernah melupakan akar dirinya sebagai anak Sulteng.

Semangatnya untuk terus belajar dan berkembang membawanya ke Universitas Trisakti, tempat ia menyelesaikan pendidikan sarjananya. Di sana, ia bukan hanya belajar teori-teori akademik, tetapi juga merasakan dinamika organisasi yang mulai membentuk karakter kepemimpinannya.

Sejak 2018, Abcandra yang semasa kampanye membawa tagline Kaka Baju Hitam itu terjun dalam berbagai organisasi kepemudaan, menjadi kader di PC Tidar Jakarta Pusat, dan menduduki posisi penting di Permuda Sulteng serta SAPMA Pemuda Pancasila.

KIPRAH ORGANISASI DAN DEDIKASI

Takdir mungkin telah merancang jalannya, tetapi Abcandra tidak pernah menunggu keberuntungan datang begitu saja. Ia terlibat aktif dalam organisasi kepemudaan, mengasah keterampilan kepemimpinan, dan terus membangun jejaring yang kelak membantunya dalam panggung politik.

Sebagai Ketua Umum Permuda Sulteng dan Sekretaris KNPI DKI Jakarta, Abcandra yang biasa dipanggil Akbar itu, mulai dikenal sebagai pemuda yang punya visi besar dan keberanian memperjuangkan hak-hak masyarakat dan daerah.

Pada tahun 2020, ia mengikuti Latihan Kader II di HMI, sebuah langkah yang menegaskan komitmennya pada dunia organisasi. Tak hanya itu, ia juga menempuh berbagai pelatihan seperti Bela Negara yang diadakan oleh Kementerian Pertahanan, memperluas pengetahuan dan memperdalam kecintaannya pada tanah air.

SEMANGAT KAKA BAJU HITAM

Selama masa kampanye, Abcandra dikenal dengan tagline “Kaka Baju Hitam”, sebuah identitas yang memperkuat karakternya sebagai pemimpin yang tangguh dan berani.

Baju hitam bukan sekadar warna bagi Abcandra; itu adalah simbol keteguhan hati, keberanian, dan keinginan untuk melawan arus ketika perlu. Warna yang netral namun kuat, seperti dirinya yang meskipun tenang, mampu berdiri tegak di tengah riuhnya politik nasional.

Dalam konteks politik yang sering kali diwarnai oleh wajah-wajah lama dan tokoh-tokoh yang sudah mapan, kemenangan Abcandra menjadi sebuah angin segar. Di balik senyumnya yang tenang dan langkahnya yang terukur, tersimpan semangat juang yang kuat—sebuah cerminan dari generasi muda yang tak lagi hanya menjadi penonton dalam panggung politik, tetapi mulai mengambil peran penting di dalamnya.

HARAPAN BARU DARI TEPIAN NEGERI

Abcandra M. Akbar Supratman telah menorehkan sejarah baru, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Sulawesi Tengah, daerah yang ia cintai dan perjuangkan.

Di balik pencapaiannya, ada harapan baru bagi anak-anak muda di tepian negeri, yang selama ini mungkin merasa terpinggirkan dari pusat kekuasaan.

Lewat Abcandra, mereka melihat, perjuangan tidak pernah sia-sia, jalan menuju puncak bisa ditempuh dengan kerja keras, dedikasi, dan keberanian.

Malam itu, di bawah atap Senayan yang megah, Abcandra mengangkat tangannya dengan tenang, mengucapkan syukur dalam diam. Langkahnya baru dimulai, tapi ia tahu, di pundaknya kini tertumpu harapan banyak orang.

Dan dari Sulawesi Tengah hingga Jakarta, nama Abcandra M. Akbar Supratman akan terus bergema, membawa pesan tentang kebangkitan generasi muda dan kekuatan tekad yang tak tergoyahkan. (*)

Selamat!

Editor: Ruslan Sangadji