LAKSAMANA MAEDA, nama lengkapnya adalah Laksamana Muda Tadashi Maeda. Ia lahir di Kagoshima, Jepang, pada 3 Maret 1898. Ia berasal dari keluarga keturunan kelas samurai dan ayahnya adalah seorang kepala sekolah di Kajiki.

Laksamana Maeda ini, dikenal sebagai satu-satunya pejabat tentara Kekaisaran Jepang, yang turut membantu lahirnya naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, perwira Angkatan Laut Jepang ini diberi tugas oleh Kaisar Jepang, sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang.

Karena sebagai pejabat, tentunya Laksamana Maeda mendapat fasilitas rumah dinas, yang terletak di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Rumah dinas itulah yang dipinjamkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 16 Agustus 1945, untuk menyusun naskah Proklamasi yang akan dibacakan pada 17 Agustus 1945.

Padahal, petinggi Jepang melarang menggunakan rumah dinas tersebut. Jepang tidak membolehkan segala bentuk upaya perubahan situasi, sampai datangnya tentara sekutu.

Bahkan, Jepang tidak menginginkan Indonesia merdeka, sehingga mereka melarang Laksamana Maeda meminjamkan rumah dinasnya untuk merumuskan naskah Proklamasi Indonesia.

“Namun secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi,” jelas Jaka Perbawa selaku Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi kepada jurnalis di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Agustus 2024.

Atas izin dari Laksamana Maeda itu, sehingga rumah dinas itu menjadi tempat bagi para pejuang kemerdeaan Indonesia, untuk merumuskan naskah proklamasi.

Genap enam jam , naskah proklamasi siap dikumandangkan pada Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Tetapi, nasib malang bagi Laksamana Maeda. Akibat meminjam rumah dinasnya itu, akhirnya ia dikejar-kejar oleh tantara sekutu.

Bahkan, ia diinterogasi oleh tentara Inggris yang tergabung dalam tentara sekutu, karena dianggap sebagai penyebab lahirnya Republik Indonesia.

Tak selesai sampai di situ, begitu Maeda Kembali ke Jepang, ia justru dipanggil oleh Mahkamah Militer Jepang. Setelah menjalani persidangan di negerinya sendiri, meski dinyatakan tidak bersalaj, tapi Maeda akhirnya menyatakan mundur dari Angkatan Laut Jepang dan menjadi warga biasa.

Naskah Proklamasi | Foto: Kemdikbud

Tetapi, Pemerintah Indonesia tetap menghargai jasa Laksamana Maeda. Tahun 1974, Presiden Soeharto mengundang Maeda ke Indonesia, untuk menerima Anugerah Bintang Nararya. Penghargaan itu setara dengan Pahlawan Nasional.

Tentunya Maeda tidak bisa menerima gelar Pahlawan Nasional, karena ia berkebangsaan Jepang.

Dua tahun kemudian setelah menerima Anugerah Bintang Nararaya, Laksamana Maeda meninggal dunia. Rumah dinasnya yang dulu dipinjamkan untuk menyusun Naskah Proklamasi, pada 24 November 1992, diresmikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

PROFIL LAKSAMANA MAEDA

Ketika usianya masih 18 tahun, Laksamana Muda Tadashi Maeda masuk ke Akademi Angkatan Laut Jepang dan mengambil spesialisasi navigasi. Setelah lulus, ia mendapatkan pangkat Letnan Satu di Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada 1930.

10 tahun kemudian (1940), ia menjadi atase angkatan laut untuk Belanda. Setelah itu, pada Oktober 1940, Maeda ditugaskan ke Indonesia untuk menegosiasikan perjanjian dagang dengan pemerintah kolonial, khususnya terkait pembelian minyak untuk Jepang.

Ia juga mendapat tugas membangun jaringan mata-mata di Indonesia. Namun, belum genap satu tahun di Indonesia atau pada pertengahan 1941, Maeda dipanggil pulang ke Jepang, dan bekerja sebagai seksi urusan Eropa.

Setahun setelahnya Maeda kembali ke Indonesia setelah Jepang menyerbu Hindia Belanda pada 1942. Kemudian, ia mendapat tugas mengatur operasi-operasi Angkatan Laut Jepang di wilayah Papua.

Maeda kemudian ditugaskan ke Batavia (Jakarta) setelah pemerintah kolonial Belanda sepenuhnya jatuh. Di Jakarta, Maeda menjadi penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat ke-16 Jepang.

Meski seorang pejabat Tentara Kekaisaran Jepang, tetapi Laksamana Muda Tadashi menjadi salah satu tokoh Jepang yang menaruh rasa simpati terhadap perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan.

Karena itulah, ia bersedia membantu persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, ia mengizinkan rumah dinasnya dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Tentara Sekutu tentunya marah atas peran Maeda itu. Akhirnya ia ditangkap Tentara Sekutu atas tuduhan gagal mempertahankan status quo, Laksamana Maeda akhirnya dipenjara di Gang Tengah (Glodok), lalu dipindahkan ke Penjara Salemba.

Setekah repatriasi tawanan perang, Maeda diadili di pengadilan militer Jepanag. Namun ia dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan pada 1947. Namun memilih mundur dari jabatannya di militer. Maeda meninggal pada 13 Desember 1977. (*)

Editor: Ruslan Sangadji