Sulawesi Tengah mencatat produksi tertinggi di Sulampua dengan 130,80 ribu ton, diikuti oleh Sulawesi Tenggara (107,80 ribu ton), Sulawesi Selatan (82,50 ribu ton), dan Sulawesi Barat (66,20 ribu ton).
Dengan luas lahan mencapai 274 ribu hektar, Sulawesi Tengah memiliki potensi besar untuk meningkatkan produksi kakao. Namun, tantangan seperti penurunan produktivitas, keterbatasan teknologi, kualitas yang tidak konsisten, ketidakpastian harga pasar, dan minimnya regenerasi petani harus segera diatasi.
STRATEGI PENGEMBANGAN EKOSISTEM KAKAO
OJK Sulawesi Tengah menawarkan beberapa strategi, untuk memperkuat ekosistem kakao, antara lain:
- Rehabilitasi dan Peremajaan Perkebunan: Melakukan revitalisasi lahan untuk meningkatkan produktivitas.
- Pelatihan dan Pendampingan: Memberikan pelatihan teknik budidaya modern dan pendampingan berkelanjutan kepada petani.
- Skema Pembiayaan Mikro: Mengembangkan pembiayaan berbasis kelompok tani atau koperasi.
- Edukasi Keuangan: Memberikan literasi keuangan kepada petani dan pemuda tani.
- Peningkatan Fasilitas Lokal: Membangun fasilitas fermentasi dan pengeringan standar di tingkat kelompok tani.
- Diversifikasi Produk: Memanfaatkan hasil kakao untuk menciptakan produk turunan bernilai tinggi.
Untuk mendukung ekosistem ini, diperlukan kolaborasi antara Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), lembaga jasa keuangan (LJK), dan pelaku industri. Skema pembiayaan berbasis hasil panen dengan grace period dinilai efektif untuk meringankan beban petani.
Bonny menyatakan, pentingnya regenerasi petani melalui program nasional, yang fokus pada pemuda tani. Program ini meliputi pelatihan, akses lahan dengan biaya terjangkau, serta dukungan pendanaan.
“Keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian, menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan industri kakao di masa depan,” tandasnya. (*)
Penulis: Moch. Subarkah
Tinggalkan Balasan