JAKARTA, KAIDAH.ID – Pemerintah terus mempercepat agenda hilirisasi dan ketahanan energi nasional melalui investasi besar-besaran yang dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Aganata Nusantara (BPI Danantara). Dengan dukungan dana segar hingga Rp300 triliun, Danantara diproyeksikan menjadi motor penggerak utama dalam pembiayaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai sektor prioritas.

Presiden Prabowo Subianto saat peluncuran Danantara pada 24 Februari 2025 lalu menegaskan, sovereign wealth fund ini akan mengalokasikan dana untuk 20 proyek strategis yang mencakup berbagai sektor, termasuk hilirisasi mineral, energi terbarukan, dan ketahanan pangan.

“Gelombang pertama investasi senilai 20 miliar dolar AS akan difokuskan pada pengembangan hilirisasi nikel, bauksit, tembaga, pusat data kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, serta sektor pertanian dan akuakultur,” tegas Presiden Prabowo.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, salah satu proyek besar yang mendapat prioritas pembiayaan dari Danantara adalah pembangunan kilang minyak berkapasitas 500 ribu barel per hari di wilayah Sumatera, yang berlokasi strategis dekat dengan Singapura.

“Sebagian dananya berasal dari Danantara, sebagian lagi kami masih mencari mitra. Jika Pertamina dapat ikut serta, itu akan jauh lebih baik,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.

Pembangunan kilang itu merupakan bagian dari 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang bakal menerima kucuran dana investasi sebesar 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp657 triliun. Proyek-proyek itu juga bagian dari target hilirisasi senilai 618 miliar dolar AS pada 2025.

Menurut Bahlil, pemilihan Sumatera sebagai lokasi pembangunan kilang minyak, didasarkan pada pertimbangan bisnis yang matang. Selain meningkatkan kapasitas pengolahan minyak domestik, proyek ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar.

“Ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” tambahnya.

Selain proyek kilang, Danantara juga akan membiayai pengembangan fasilitas penyimpanan minyak di Pulau Nipah, Kepulauan Riau, serta proyek hilirisasi Dimethyl Ether (DME) berbasis batu bara sebagai substitusi impor LPG. Di luar sektor energi, program hilirisasi yang didukung Danantara mencakup pemrosesan tembaga, nikel, dan bauksit alumina, serta pengembangan industri pertanian, perikanan, dan kehutanan.

Dengan total aset yang dikelola mencapai lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp14.650 triliun, Danantara diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5 persen menjadi 8 persen.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria, yang juga menjabat Kepala Pelaksana Bidang Operasional (COO) Danantara, menegaskan konsolidasi BUMN di bawah Danantara bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya dan memperkuat daya saing nasional.

“Dengan konsolidasi, kita bisa lebih terintegrasi dan menciptakan dampak ekonomi yang lebih besar. Sebelumnya, BUMN bekerja secara terpisah, namun kini hasil bisnisnya bisa dikelola lebih maksimal,” jelas Dony.

Ia mencontohkan dividen dari BUMN, yang sebelumnya hanya digunakan untuk anggaran pemerintah, kini bisa digunakan untuk ekspansi bisnis dan investasi yang lebih luas. Dengan begitu, perusahaan BUMN yang kurang produktif pun dapat diperbaiki melalui pemanfaatan dana investasi dari Danantara.

Pemerintah menargetkan proses penggabungan seluruh BUMN ke dalam Danantara akan selesai pada akhir Maret atau awal April 2025. Dengan langkah ini, diharapkan investasi dan pembangunan infrastruktur strategis dapat berjalan lebih efisien dan memberikan manfaat yang maksimal bagi perekonomian nasional.

Editor: Ruslan Sangadji