PALU, KAIDAH – Tiga dari Sembilan orang anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT), telah tewas dalam kontak tembak dengan Satgas Operasi Madago Raya. Dua orang tewas pada 11 Juli 2021, sedangkan seorangnya lagi tewas pada 17 Juli 2021.

Dua orang yang tewas itu belum teridentifikasi. Sampel DNA pihak keluarga sudah diambil, dan masih akan dicocokan dengan DNA kedua jenazah yang telah dikuburkan di TPU Poboya Palu itu. Sedangkan seorangnya lagi, teridentifikasi bernama Budiman alias Hanif alias Ambo alias Abu Alim, warga asal Bima, Nusa Tenggara Barat.

“Meski telah beredar nama dua anggota MIT yang tewas itu di sejumlah media, tetapi kita harus menunggu hasil pencocokan DNA lebih dulu,” kata Waka Satgas Humas Operasi Madago Raya, AKBP Bronto Budiono.

Tewasnya tiga teroris Poso itu, berarti kini anggota MIT yang masih dalam perburuan itu tersisa enam orang lagi. Satgas Operasi Madago Raya terus mengintensifkan pengejaran terhadap sisa anggota MIT pimpinan Ali Kalora tersebut.

“Segeralah menyerahkan diri, dan menjalani proses hukum yang berlaku di Indonesia.” Imbau AKBP Bronto Budiono.

MANGGALAPI DAN TANALANTO, DUA KELOMPOK BERBEDA

Sembari mengimbau agar menyerahkan diri, Satgas Operasi Madago Raya makin mengintensifkan perburuan terhadap kelompok teroris pimpinan Ali Kalora itu. Pegunungan di Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi menjadi sasaran perburuan.

Pasalnya, ketika Satgas Operasi Madago Raya pernah menemukan kamp persembunyian kelompok sipil bersenjata di Pegunungan Manggalapi, Desa Sri Rejeki, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, pada Jumat, 25 Juni 2021.

Kelompok teroris yang kerap membunuh warga sipil itu, menjadikan sebuah pondok kebun warga sebagai markas mereka. Sayangnya, saat Tim Bravo 16 Satgas Operasi Madago Raya tiba di tempat itu, kelompok teroris itu telah menghilang dan meninggalkan sejumlah barang mereka. Boleh jadi, kehadiran Tim Bravo 16 itu telah tercium sebelumnya oleh para teroris.

Akhirnya, Tim Bravo 16 hanya menemukan sejumlah barang berupa 4 tas ransel  warna hitam buatan sendiri, 2 bilah parang panjang, 1 gergaji kayu ukuran 50 cm,  1 gergaji besi ukuran 30 cm,  1 buah Tongkat kayu dengan ujung bercabang dengan ukuran panjang 1 meter.

Barang bukti lain yang ditemukan berupa 1 unit HP Nokia warna hitam putih tanpa baterai dengan nomor Imei, 3 gunting kain, 1 unit  HT warna hitam merk  WEIERWEI,  beberapa butir peluru senapan angin,  bahan makanan, minuman dan alat masak, 7 charger HP, 2 kabel USB, 1 wadah tempat peples, 1 alat Avo meter, 5 hammock yang terbuat dari bahan kain sarung dan tali nilon.

Petugas juga menemukan 3 alat Solar cell yang terdiri dari  1 buah solar cell ukuran 49 cm x 35 cm, 2 buah solar cell ukuran 50 cm x 42 cm, 4 jerigen putih ukuran lima liter, 1 rompi terbuat dari bahan kain warna hitam coklat,  3 topi rimba,  4 kupluk warna hitam, 7 pasang kaos kaki panjang warna hitam dan 4 lembar selimut.

Barang bukti lain yang juga ditemukan di dalam pondok tersebut, berupa  4 lembar baju lengan panjang, 2 lembar baju lengan pendek warna loreng, dan 1 lembar baju gamis.

Penemuan empat tas ransel itu, boleh jadi membuktikan, kelompok itu berbeda dengan kelompok Tanalanto. Karena, dalam kontak tembak di Tanalanto, Parigi Moutong, Tim Koopsgabssus yang tergabung dalam Satgas Madago Raya mengaku melakukan kontak tembak dengan lima orang pada 11 Juli 2021 itu. Dua tewas dan tiga lainnya melarikan diri. Kemudian pada 17 Juli 2021, satu orang lagi tertembak dan tewas.

KELOMPOK TANALANTO PALING BERBAHAYA

Kelompok Tanalanto berjumlah lima orang. Dari nama-nama yang tewas dalam kontak tembak, salah seorangnya yang masih dalam identifikasi, diduga adalah Qatar alias Anas alias Farel. Dialah yang menjadi pimpinan dalam kelompok tersebut. Qatar inilah yang selama ini selalu menghalangi empat orang teroris lainnya menyerahkan diri.

“Qatar alias alias Farel itu adalah pimpin kelompok teroris MIT. Dia yang mengancam anggota yang lain jika menyerahkan diri. Akhirnya mereka takut,” jelas Brigadir Jenderal TNI Farif Makruf suatu ketika.

Kelompok ini pula yang diduga membantai empat petani  Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Selasa 11 Mei 2021 silam.

Kelompok disebut-sebut sebagai anggota MIT non Poso. Kelompok pimpinan Qatar alias Farel, itu  beranggotakan Budiman Abu Alim alias Ambo (sudah tewas 17 Juki 2021), Nae alias Galuh, alias Pak Guru, dan Jaka aka Ramadan alias Ikrima alias Rama.

“Kelompok ini bukan orang asli Poso. Mereka datang dari Bima Nusa Tenggara Barat, Makassar, Sulawesi Selatan dan Banten, Jakarta,” jelas Brigjen TNI Farid Makruf saat itu.

Tetapi semua itu hanya analisis. Boleh saja dua kelompok ini sudah bertukar orang. Tergantung bagaimana hasil identifikasi oleh Tim DVI di Polda Sulteng nantinya.

Yang pasti, kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur Poso ini semuanya berbahaya. Mereka kerap menebar teror terhadap warga sipil di Poso. Kelak, diharapkan tidak ada lagi simpatisan yang akan bergabung lagi untuk bergerilya di hutan bersama enam orang teroris tersebut.

Teroris Poso, jangan ada lagi mati satu tumbuh seribu. *