Penambahan Spesies

Menurut Ridha, sejak awal 2021 hingga awal 2022, ditemukan penambahan spesies burung sebanyak delapan spesies. Tiga di antaranya berasal dari deskripsi spesies baru, dua berasal dari catatan perjumpaan baru untuk Indonesia, dan tiga spesies lainnya merupakan penambahan yang disebabkan adanya revisi pada klasifikasi atau taksonomi burung.

Tiga spesies baru yang baru dideskripsikan antara lain sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis), kacamata meratus (Zosterops meratusensis), dan burung buah satin (Melanocharis citreola). Sikatan kadayang dan kacamata meratus merupakan dua spesies burung yang tersebar sangat terbatas di Pulau Kalimantan. Keduanya diperkirakan hanya hadir di Pegunungan Meratus di atas ketinggian 1.000 mdpl yang saat ini dikelilingi hutan tanaman sekunder atau bentang alam perkebunan pada elevasi yang lebih rendah.

“Meskipun keduanya disebutkan hadir cukup melimpah secara lokal, namun kehilangan habitat yang berkelanjutan dan perburuan mengancam populasi mereka di alam. Maka dari itu, para peneliti yang mendeskripsikan kedua spesies tersebut mengusulkan agar keduanya dikategorikan sebagai spesies terancam punah dalam kategori Rentan,” katanya.

Ridha juga menjelaskan, burungbuah satin merupakan spesies baru dengan persebaran sangat terbatas di Pulau Papua. Burung ini ditemukan dari sebuah ekspedisi ornitologi yang dilaksanakan pada 2014 dan 2017 di Papua Barat. Temuan dari ekspedisi tersebut menunjukkan, burung buah yang terdapat di Pegunungan Kumawa dan Pegunungan Fakfak memiliki perbedaan morfologi dan genetik dengan spesies burunguah lainnya yang tersebar di Papua.

“Burung tersebut diperkirakan hanya ada pada kedua hutan pegunungan tersebut ditetapkan sebagai spesies tersendiri,” jelasnya. Sementara itu, penambahan dua spesies baru adalah kancilan ekor-hitam (Pachycephala melanura) dan tepus-permata mahkota (Ptilorrhoa geislerorum). Kedua burung ini memiliki persebaran utama di luar batas Indonesia, namun dari catatan hasil pengamatan terbaru membuktikan bahwa keduanya juga tersebar di Tanah Air.

Kancilan ekor-hitam memiliki persebaran utama di Australia dan Papua Nugini, kehadirannya di Indonesia terkonfirmasi melalui catatan pengamatan yang dikumpulkan melalui platform sains warga (e-Bird) dengan lokasi pengamatan berada di wilayah Pulau Komolom, Papua Barat. Sedangkan untuk tepus-permata mahkota sebelumnya diketahui tersebar terbatas di wilayah Papua Nugini, ternyata tersebar juga sekitar 900 km lebih jauh ke arah barat yaitu di Pulau Yapen, Papua.

“Populasi tepus-permata mahkota di Pulau Yapen diperkirakan terisolasi dari populasi lainnya, sehingga perlu ada penelitian lebih lanjut untuk memastikan kemungkinan divergensi populasinya sebagai subspesies baru tersendiri,” imbuhnya.

Adanya revisi pada taksonomi burung, khususnya pemecahan taksonomi, juga turut andil dalam penambahan jumlah spesies burung di Indonesia pada tahun ini. Kangkok ranting (Cuculus optatus), sikatan tanajampea (Cyornis djampeanus), dan kakatua sumba merupakan tiga spesies yang menambah dalam daftar spesies burung di Indonesia tahun ini setelah mendapatkan predikat sebagai spesies penuh.

Kangkok ranting dan sikatan tanajampea mendapatkan predikat spesies setelah adanya informasiinformasi baru yang membuktikan jika kedua taksa tersebut memiliki perbedaan karakteristik morfologi dan vokalisasi dengan taksa kangkok himalaya (Cuculus saturatus) dan sikatan bakau (Cyornis rufigastra) yang berkerabat dekat. Sementara itu, perbedaan karakteristik morfologi menjadi landasan utama pemecahan spesies kakatua sumba dari kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulpurea).

“Ukuran paruh yang lebih besar, sayap dan ekor yang lebih panjang, bulu penutup telinga yang sebagian besar berwarna jingga pucat, dan jambul panjang berwarna jingga. Kemudian, paruh individu remaja kakatua sumba lebih gelap dibanding remaja taksa kakatua-kecil jambul-kuning lainnya, sehingga memperkuat dasar pemecahan kakatua sumba sebagai spesies tersendiri,” pungkas Ridha. (*)