Beliau meraup ilmu dari ulama setempat, seperti Muhammad bin Salam al-Bikandi, Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Ja’far bin Yaman al-Ju’fi al-Musnidi serta ulama lainnya.

Pada usia enam belas tahun, beliau berhasil menghafal kitab karangan Imam Waki’ dan Ibnul Mubarak. Kemudian pada usia 17 tahun, beliau mendapat kepercayaan dari seorang gurunya yang bernama Muhammad bin Salam al-Bikandi, untuk mengoreksi karangan-karangannya.

Menginjak usia 18 tahun, beliau beserta ibu dan saudaranya melaksanakan ibadah haji, dan memutuskan untuk menetap di Makkah untuk melanjutkan belajar mendalami hadis Nabi.

Di usia remaja Imam Bukhari menetap di Madinah dan menyusun kitab Tarikh al-Kabir. Perjalanannya dalam mendalami hadis itu, mempertemukannya dengan banyak ulama hadis di berbagai negara.

Tidak cukup di Bukhara, Imam Bukhari berkelana ke berbagai negara, antara lainnya Madinah, Khurasan, Irak, Mesir, Makkah, Asqala, dan Syam.

Dari berbagai negara yang ia kunjungi, beliau telah berguru kepada seribu ulama dan mengumpulkan sekitar 600.000 hadis.

Soal banyaknya guru yang beliau datangi, Imam Bukhari mengatakan: “Aku menulis (hadis) dari seribu lebih syaikh. Dari setiap syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah hadis padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga),” katanya.

Beberapa ulama besar yang menjadi guru beliau, adalah Imam Ishaq bin Rahawaih, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Imam Abu Nu’aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ali bin al-Madani, Imam Yahya bin Ma’in, Imam Makki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdan bin Utsman, Imam Abu Ashim an-Nabil, dan Muhammad bin Isa ath-Thabba’.

Tekad dan kesungguhannya dalam mendalami hadis, beliau lakukan hingga delapan kali mengunjungi kota Baghdad. Dalam setiap kedatangannya, beliau berjumpa dan berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal.