Sementara itu pendiri dan CEO Madeinindonesia.com Ilyas Bhat, yang juga bicara dalam seminar itu, menegaskan pentingnya digital disruption (disrupsi digital) yang lebih progresif, untuk memicu dan mendorong kewirausahaan dan inovasi yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin ekonomi.

Menurutnya, pemerintah harus mengambil peran utama dalam memperkuat dan meningkatkan konektivitas digital demi memastikan ekonomi digital bermanfaat bagi semua dan menghubungkan mereka yang selama ini tak terhubung.

“Pemerintah harus mengambil langkah penting untuk mencegah diskoneksi [decoupling] ekonomi digital dari ekonomi riil untuk mencegah pertumbuhan Model K,” kata Ilyas.

Untuk menegaskan pentingnya contoh digitalisasi ini, Ilyas membagikan pengalamannya dalam bisnis ekspor. Proses ekspor di Indonesia, menurutnya, masih sangat kompleks, tidak efisien dan primitif, didominasi perusahaan raksasa.

“Kontribusi ekspor oleh usaha kecil dan menengah (UKM) cenderung menurun dibanding decade lalu, dari sekitar 18 persen di 2005, sekarang menjadi 13 persen. Jika terus berlanjut, dikhawatirkan UKM tidak akan bisa bertahan nantinya,” kata Ilyas.

Pemerintah sudah menjalankan berbagai program, namun implementasi dan realisasi di daerah masih dipertanyakan. Untuk membantu UKM memperoleh akses pasar mancanegara, akses teknologi dan akses pembiayaan, dirinya membangun startup Madeinindonesia.com yang memberikan solusi untuk ekspor.

“Kami bertekan mendemokratisasi dan menyederhanakan ekspor Indonesia secara inklusif,” tambahnya.

Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Reini Wirahadikusumah, mengatakan digitalisasi merupakan proses evolusioner yang perlu didukung dengan kemampuan computation, learning dan decision making.

“Digital connectivity perlu dibangun serentak dengan real connectivity, melalui multiple teknologi, institusi dan budaya,” tambahnya. *