Bupati berkata, bioflok merupakan salah satu teknologi ramah lingkungan yang digunakan oleh Pemkab Sigi, untuk pengembangan budidaya ikan air tawar. Teknologi itu mulai diterapkan di Balai Benih Ikan di Desa Kotarindau, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi.

Penerapan teknologi itu, sekaligus menjadi percontohan bagi masyarakat di daerah itu yang menggantungkan ekonominya pada sektor perikanan darat.

“Dengan teknologi itu, budidaya ikan air tawar hanya memakan waktu tiga sampai empat bulan, setelah itu masyarakat bisa panen ikan dan menikmati hasilnya yang lebih besar,” kata dia.

TEKNOLOGI BIOFLOK – Pemkab Sigi akan menggunakan teknologi bioflok untuk meningkatkan produksi perikanan darat (Foto: Amat/Kaidah)

Data yang diperoleh kaidah.id dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menyebutkan, potensi perikanan yang dimiliki di Kabupaten Sigi, hampir seluas 1.040 hektare. Sekira 314.72 hektare sudah dikelola oleh pelaku utama melalui usaha budidaya perikanan air tawar, berupa komoditi ikan nila, ikan mas, ikan lele, dan sebagian kecil ikan gabus dan gurami.

KEUNGGULAN TEKNOLOGI BIFLOK

Beberapa keunggulan budidaya ikan air tawar dengan sistem bioflok, yaitu: pertama, dapat meningkatkan kelangsungan hidup atau survival rate (SR) hingga lebih dari 90 % dan tanpa pergantian air. 

Air hasil budidaya ikan nila dengan sistem bioflok tidak berbau, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal ini dikarenakan adanya mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budidaya menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman.

Kedua, Feed Conversion Ratio (FCR) atau perbandingan antara berat pakan yang telah diberikan dalam satu siklus periode budidaya dengan berat total (biomass) yang dihasilkan pada ikan nila mampu mencapai angka 1,03, artinya  penggunaan pakan sangat efisien untuk menghasilkan 1 kg ikan hanya membutuhkan 1,03 kg pakan. Jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa FCRnya mencapai angka 1,5.