SETELAH ENAM BULAN DI MADAGASKAR, ekspedisi Cornelis de Houtman memutuskan kembali berlayar. Tujuannya ke Banten seperti informasi yang ia peroleh di Lisbon, Portugal tempo itu. Tepat pada 27 Juni 1596, ekspedisi Cornelis de Houtman berhasil tiba di Banten. Penduduk Banten bersuka cita menyambut kedatangan Amsterdam, Hollandia, Mauritius, dan Duyfken.

Suka cita itu tak berlangsung lama. Para anak buah kapal Belanda itu menunjukan sifat aslinya. Tabiat kasar orang Belanda itu membuat Sultan Banten marah besar. Orang Portugis yang memang sudah lebih dulu ada di Banten juga tak suka dengan tabiat orang Belanda yang kasar itu.

Sultan Banten berkoalisi dengan petugas Portugis. Mereka mengusir kawanan Cornelis de Houtman. Kapal-kapal Belanda itu akhirnya lepas tali, menarik jangkar dan pergi meninggalkan Banten. Mereka berangkat ke Pantai di Semenanjung Jawa.

Nasib buruk bagi Cornelis de Houtman. Kapal yang ia tumpangi dirampas bajak laut, dan pelayaran berlanjut hingga ke Bali. Di Negeri Dewata itu,  Cornelis de Houtman dan kawanannya bertemu dengan Raja Bali. Pembicaraan bisnis antara Cornelis de Houtman dan rombongan bersama Raja Bali dilakukan. Sampai pada 26 Februari 1597, para pedagang Belanda ini berhasil medapatkan lada di Bali. 

Ternyata, ekspedisi Cornelis de Houtman membawa dua maksud, yaitu:

  1. Monopoli perdagangan
  2. Ingin menguasai wilayah alias menjajah

Indikasi itu terbaca secara tersirat dari dari dua bentuk kontrak yang harus diteken oleh raja-raja di Nusantara yang sedang berkuasa kala itu.  Isi perjanjian itu adalah:

  1. Surat perjanjian panjang (long kontrak) dan pihak Belanda untuk menjamin eksistensi kerajaan  beserta keluarga raja dan petinggi kerajaan lainnya.
  2. Pihak kerajaan harus tunduk pada kekuasaan raja mahkota Belanda, dengan syarat raja harus lebih dulu menandatangani perjanjian pendek (korte verklaring).

Jika para raja tidak patuh pada perjanjian itu, konsekuensinya adalah akan diisolasi dan diperangi sampai tunduk dan patuh terhadap Belanda. *