Oleh: Amal Alkhairaaty
Mantan anggota SC Muktamar Alkhairaat dan Komisaris Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah

Setahun lebih keberadaan Pengurus Besar (PB) Alkhairaat kian mencemaskan. Bahkan menuju Muktamar 27 September 2023 nanti, tak terdengar sebutan PB Alkhairaat. Konon, PB Alkhairaat sudah didemisioner, karena masa khidmatnya telah berakhir.

Pemilihan diksi ‘konon’ pada kalimat di atas, karena demisioner PB Alkhairaat hanya berseliweran di medsos, tanpa adanya surat, lazimnya kepengurusan suatu organisasi yang telah berakhir masa khidmatnya, bisa diperpanjang sampai terjadinya musyawarah/muktamar, kemudian dilakukan demisioner sebelum agenda pemilihan kepengurusan dilakukan dalam musyawarah/muktamar tersebut, agar tidak terjadi kekosongan kepengurusan.

Lebih tak terdengar lagi, karena pada Rapat Pimpinan (Rapim) Alkhairaat di Gorontalo beberapa bulan lalu, disebutkan PB Alkhairaat akan ditiadakan dan digantikan dengan bentuk organisasi yang belum jelas. Alasannya, karena kepemimpinan Ketua Umum PB Alkhairaat sering berbenturan dengan Ketua Utama.

Padahal sebelumnya, Muktamar yang sudah digagas dengan matang oleh PB Alkhairaat dan panitia pelaksana (OC) serta panitia pengarah (SC), sudah bersiap-siap melaksanakan perhelatan akbar di lingkungan Alkhairaat, tapi tiba-tiba diberhentikan sepihak oleh ‘Plt Ketua Utama’, dengan alasan Covid-19, dan ketidaksiapan panitia sebagaimana laporan dari Komwil dan Komda Alkhairaat ke ‘Plt Ketua Utama’. Anehnya, PB Alkhairaat maupun panitia muktamar tidak mendapat laporan soal itu.

Terakhir diketahui, ada yang menelepon kepada seluruh Komwil dan Komda Alkhairaat, agar tidak perlu datang ke muktamar, karena  mencurigai sterring commite (SC) telah merubah pasal 7 Anggaran Dasar (AD) perhimpunan Alkhairaat. Padahal memang tugas SC adalah membuat rancangan perubahan AD/ART untuk dibahas di muktamar.

Pasal 7 AD yang dicurigai telah dirubah oleh SC adalah; (1) Ketua Utama Alkhairaat adalah pimpinan tertinggi dalam perhimpunan ini ditetapkan melalui wasiat atau baiat Ketua Utama terdahulu. (2) Ketua Utama Alkhairaat sebagai pemimpin tertinggi dalam perhimpunan mempunyai hak prerogatif.

Memang pasal ini sangat krusial untuk dibahas, karena ada wacana dari beberapa abna’ul khairaat, termasuk beberapa tokoh muda Alkhairaat yang berada di luar forum SC, menginginkan perlu peninjauan kembali pasal ini. Beberapa ahli waris SIS Aljufri dan abna’ul khairaat di Palu mengadakan pertemuan untuk membahas tentang eksistensi Ketua Utama.

Pada pertemuan itu, berkembang gagasan perlu adanya semacam ‘Lembaga Utama’ untuk mengganti Ketua Utama yang tunggal, sehingga dalam mengambil keputusan yang sangat strategis, tidak bersifat personal dan subjektif. Lembaga dimaksud mungkin semacam Majelis Dzuriyat sekarang ini. (Saya menggunankan ahli waris karena sesuai ART Perhimpunan Alkhairaat Pasal 6 menyebutkan, Ketua Utama Alkhairaat adalah ahli waris Pendiri Alkhairaat…).

Mendapat informasi tentang adanya pertemuan tersebut dan adanya ide perubahan Pasal 7, mengenai Ketua Utama menjadi ‘Lembaga Utama’, maka H.S. Ali Muhammad Aljufri datang menemui SC Muktamar Alkhairaat dan mengatakan: “Orang kharismatik itu telah tiada (maksudnya Almarhum H.S. Saggaf bin Muhammad Aljufri), maka perlu dibuat semacam regulasi atau apa saja yang mengatur tentang keberadaan Ketua Utama, sehingga tidak akan ada keputusan yang saling tumpang tindih”.

TAHTA DAN JABATAN BUKAN TUJUAN

Menyahuti arahan dari H.S. Ali Muhammad Aljufri, kemudian SC mencari formula untuk membuat regulasi dimaksud, namun di tengah pembahasan dan perampungan hasil rancangan SC, tiba-tiba muncul surat dari Plt Ketua Utama, menghentikan pelaksanaan Muktamar yang direncanakan saat itu. Sejak itu, seluruh kegiatan perhimpunan Alkhairaat diambil alih oleh Plt Ketua Utama dan keberadaan PB Alkhairaat seperti berada di ‘persimpangan Jalan’.

H.S. Ali Muhammad Aljufri yang masih memegang SK Ketua Utama (H.S. Saggaf Muhammad Aljufri) sebagai Ketua Umum PB Alkhairaat sampai masa khidmat 2025, tidak mau menggunakan SK tersebut agar tidak terjadi konflik internal, ditambah lagi dengan berbagai macam persepsi mengenai eksistensi PB Alkhairaat dan pengganti Ketua Utama yang telah meninggal.

Mengenai Ketua Utama, sebagian menyatakan bahwa Plt Ketua Utama otomatis menjadi Ketua Utama dan menurut mereka, itu sesuai dengan AD/ART perhimpunan Alkhairaat. Padahal, tidak ada satu pasal pun dalam AD/ART yang menyatakan demikian.

Ada pula yang menyatakan, sudah mendapat petunjuk dari Pendiri Alkhairaat (SIS Aljufri) dan Ketua Utama (Almarhum H.S. Saggaf Muhammad Aljufri) secara spiritual, bahkan ada yang menyatakan dalam mimpinya didatangi Habib Saggaf dengan menggunakan Bahasa Arab. Kalau diartikan kira-kira begini: “Waktu saya masih hidup, saya tunjuk Alwi anak saya sebagai Plt Ketua Utama, setelah meninggal dia melanjutkan sebagai Ketua Utama”.

Pernyataan-pernyataan itu bertentangan dengan pernyataan Habib Saggaf semasa hidupnya. Sewaktu pidato Haul ke 4 Habib Muhammad di Desa Kotarindau, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, pada tanggal 21 April 2019 M/15 Sya’ban 1440 H. Bahwa: “…….. Setelah saya tidak ada nanti, saya tidak ada, akan tunjuk Si A atau si B. Terserah mereka ini (sambil menunjuk ke arah H.S. Ali Muhammad Aljufri dan H.S. Shaleh Muhammad Aljufri), Mereka ini Ahli Waris, Terserah mereka mau tunjuk siapa, pembagian tugas ya…, dengan tentunya…. Ketua Umum ini juga luar biasa berat ya, dia berangkat tiap saat, berangkat ke sana ke mari….”.