PALU, KAIDAH.ID – Kerusuhan berujung maut di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) yang berlokasi di Morowali Utara (Morut) pada 14 Januari 2023 siang hingga malam, mengakibatkan dua karyawan tewas. Sejumlah kalangan menilai, penyebab kerusuhan itu karena banyak faktor.
Lantas siapa pemilik perusahaan nikel tersebut. Dari penulusuran kaidah.id, pemilik PT. GNI adalah Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd, sebuah perusahaan baja di China.
Jiangsu Delong Nickel Industry ini, adalah perusahaan stainless steel dan terbentuk sejak Agustus 2010 di Kawasan Ekonomi Industri Xiangshui, Kota Yancheng, Provinsi Jiangsu, China.
Jiangsu Delong Nickel ini tercatat memiliki 9.300 karyawan, termasuk 2.470 pekerja di smelter Indonesia.
Perusahaan ini juga mempekerjakan 500 insinyur dan teknisi.
Perusahaan ini mencatatkan penjualan sebesar 95 miliar yuan pada 2020 dan mencetak laba sekitar 3 miliar yuan. Pada 2020.
Dari hasil penjualan dan laba itulah sehingga perusahaan ini dinobatkan sebagai perusahaan dengan peringkat ke-231 dari 500 perusahaan swasta terbaik di China pada 2020.
DIRESMIKAN PRESIDEN JOKOWI
PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), adalah salah satu perusahaan smelting terkemuka di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2019.
Dikutip dari portal GNI, bisnis perusahaan nikel yang berlokasi di Morowali Utara itu, mengedepankan pertumbuhan jangka panjang dan menjaga etika dalam berbisnis.
Industri smelter nikel Pat. GNI menerapkan proses Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) teknologi dengan mengembangkan 25 jalur produksi dan menghasilkan 1,9 juta Nickel Pig Iron (NPI) per tahun.
Pada 27 Desember 2021 lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik pengolahan pemurnian atau smelter nikel PT GNI.
Pada peresmian ketika itu, Direktur Utama PT. GNI Bisma Bharuna menegaskan, GNI berkomitmen mendorong percepatan hilirisasi industri untuk memberikan nilai tambah pada bahan baku di Indonesia.
Bharuna menyampaikan, salah satu smelter yang diresmikan Presiden Joko Widodo itu, berlokasi di kawasan industri terpadu seluas 1.907 hektare.
Keberadaan kawasan industri tersebut bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Industri smelter, sebut Bharuna, dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan, meningkatkan devisa negara atas ekspor produk olahan smelter, memberikan kontribusi pajak kepada negara, menciptakan multiplier effect di wilayah terkait dan yang tidak kalah penting terjadinya transfer of knowledge.
Nilai investasi, sebut dia, sekitar Rp42,9 triliun, GNI secara keseluruhan akan mengoperasikan 24-line smelter, yang mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace.
Smelter GNI akan mengolah raw material, yaitu bijih nikel menjadi feronikel dengan kadar 10-12%, dengan kapasitas produksi sebesar 1.800.000 ton feronikel per tahun, yang membutuhkan suplai/konsumsi biji nikel sebesar 21.600.000 WMT per tahun.
Dari keberadaan Kawasan Industri di Morowali Utara, sejak tahap pembangunan konstruksi hingga saat ini PT GNI telah menyerap sekitar 5.200 tenaga kerja lokal.
Penyerapan tenaga kerja akan terus bertambah, demi tercapainya adaptasi model bisnis, teknologi, dan transfer of knowledge tersebut di Indonesia.
“Jika proyek kami berjalan lancar, akan menyerap sekitar 60.000 tenaga kerja lokal, dengan lebih dari 90% kebutuhan tenaga kerja Indonesia, yang tentunya akan menempati posisi pekerjaan seluruh lapisan hingga tenaga manajerial di smelter,” jelas Bharuna. (*)
Tinggalkan Balasan