DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis 17 Juni 2020 menggelar rapat virtual, membahas tentang masalah itu.  Wakil Ketua DPRD Mohammad Arus Abdul Karim memimpin rapat tersebut.

“Tambang Ilegal harus ditutup, aparat dan pemerintah harus tegas,” kata  Suprapto Daeng Situru dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

Ia menyoroti ketidaktegasan penegak hukum saat menertibkan tambang ilegal di Sulteng. Pertambangan Tanpa Izin menjadi penyumbang bagi kerusakan lingkungan dan alam.

Kapolda Sulteng, Inspektur Jenderal Polisi Syafril Nursal dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Sulteng yang dihelar secara virtual | Foto: Kaidah/Syarif Latadano

Dongi-dongi dan Poboya menjadi contohnya. Sudah sangat tampak kerusakan di dua lokasi itu. Pertanyaannya, di mana pemerintah dan aparat hukum selama ini.

“Hentikan pertambangan tanpa izin. Poboya itu penyelesaiannnya sudah menjadi sangat rumit, aparat dan Pemerintah Kota Palu ke mana selama ini?,” tegasnya.

Menurut dia, rakyat tidak mendapatkan keuntungan dari semua itu, karena pemilik tambangnya  orang luar.

Sri Indrianingsih Lalusu, anggota Fraksi PDI-Perjuangan menjelaskan, beroperasinya tambang tanpa izin itu, berakibat fatal pada sisi sosial religius masyarakat dan para penambang, karena merebaknya prostitusi ilegal, narkoba dan minuman keras.

“Saya miris mengetahui terjadinya prostitusi di pertambangan ilegal itu. Kasihan dengan perempuan,” katanya.

Dinas perizinan, katanya, mestinya sejalan dengan dinas pendapatan. Seharusnya daerah bisa menambah pendapatan dari pertambangan. Tetapi yang terjadi sekarang masing-masing jalan sendiri. 

Kapolda Sulteng, Inspektur Jenderal Polisi Syafril Nursal mengatakan, masalah utama Pertambangan Tanpa Izin di wilayah itu, karena tata kelola pertambangan yang penyelesaian sebelumnya tidak selesai dengan baik.

“Itu yang menjadi masalah utama,” kata Kapolda.

Kapolda mengaku sedih, pemilik tambang semua dari luar Sulteng. Padahal, seharusnya rakyat kita yang sejahtera, tetapi itu tidak terjadi karena mereka bukan pemilik tambang.

“Kekacauan ini terjadi, karena tidak ada perhatian tentang tata kelola. Padahal, jika tata kelola berjalan dengan baik, masyarakat pasti sejahtera,” urainya.

Kapolda Syafril Nursal menambahkan, masalah lain dari pertambangan illegal itu, karena banyaknya jumlah izin yang tumpang tindih. Izin pertambangan harusnya dikeluarkan dengan tertib.

“Poboya,Dongi-Dongi dan Kayuboko itu tidak tuntas-tuntas harusnya habis operasi tidak boleh ditinggalkan,” tegasnya.

Dia juga menyinggung kehadiran CItra Palu Mineral yang belum beroperasi hingga kini, karena teknisinya pulang ke China akibat pandemi Covid-19. *