Beberapa saat kemudian, seseorang menjemputnya menuju Mindanao dengan menggunakan perahu tradisional. Di Mindanao, Hasanuddin bertemu dengan Nasir Abbas yang kemudian menjadi mentornya selama di negara tetangga itu. 

Ditanamkan semangat berjihad, melatih menembak  sampai mengangkat senjata  di  medan perang di Mindanao. Sekitar dua tahun ia belajar dan berperang di Mindanao. Oleh Nasir Abbas, Hasanuddin harus mendapat tempat baru untuk mengamalkan pengetahuan agama dan perang yang sudah dia pelajari. 

Poso menjadi tempat yang dipilih oleh Nasir Abbas. Maka perjalanan ke Poso via Jakarta dan Palu dimulai tahun 2005. Sesampai di Palu, Nasir Abbas mengantar Hasanuddin ke Poso dan mengangkatnya menjadi Amir (Pimpinan) Jamaah Islamiyah di Poso. Selanjutnya, Nasir Abbas kembali ke Palu dan tinggal hampir dua tahun di Palu. Tugasnya memantau pergerakan Hasanuddin di Poso. 

“Nah di Poso itulah saya terlibat dalam aksi mutilasi lima orang siswi SMU Kristen di Poso. Itu dilakukan, karena dendam terhadap umat Kristiani yang membantai santri Pondok Pesantren Walisongo, Poso,” ujarnya.