PALU, KAIDAH.ID – Partisipasi pemilih dalam Pilkada Sulawesi Tengah 2024 menjadi perhatian serius. Dari total 2.255.639 warga yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebanyak 622.628 pemilih atau 27,6 persen tidak menggunakan hak pilih mereka.
Angka ini memicu spekulasi adanya skenario besar atau grand scenario, yang dirancang untuk menekan tingkat partisipasi masyarakat.
Salah satu faktor yang disorot adalah surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024, yang diterbitkan hanya sehari sebelum pemungutan suara.
Surat tersebut memuat penjelasan baru terkait ketentuan administrasi, seperti kewajiban membawa KTP atau dokumen pengganti seperti ijazah untuk memilih. Namun, minimnya waktu sosialisasi, membuat banyak warga tidak memahami aturan baru ini.
Ketidaktahuan ini menyebabkan kekacauan di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sejumlah warga yang melapor kepada media ini, mengaku tidak diizinkan memilih hanya karena tidak membawa KTP.
“Saya ini sudah lama tinggal di sini, masa kalian tidak kenal saya? Hanya karena tidak bawa KTP saya, tidak kalian izinkan memilih?.” katanya dengan nada penuh emosi.
Bukan hanya lansia, kebingungan juga dialami oleh pemilih pemula. Banyak dari mereka tidak mengetahui bahwa ijazah dapat digunakan sebagai dokumen pengganti KTP.
“Informasi itu baru diumumkan pada 26 November 2024, atau sehari sebelum pemungutan suara. Bagaimana masyarakat bisa tahu?” ujar seorang pemilih muda yang tidak bisa menggunakan hak suaranya.
Dampak dari minimnya sosialisasi ini terlihat nyata. Dari pantauan jurnalis, suasana di sejumlah TPS di Sulawesi Tengah cenderung sepi. Sejak TPS dibuka hingga ditutup pukul 13.00 WITA, banyak TPS melaporkan sisa kertas suara yang mencapai hampir setengah dari jumlah total pemilih terdaftar.
Salah satu kelompok yang paling banyak absen adalah generasi milenial dan Gen Z. Apatisme pemilih muda ini menciptakan tanda tanya besar, mengingat pada Pilpres dan Pileg sebelumnya, mereka sangat antusias.
“Sejak pagi hingga siang, tidak banyak anak muda yang datang ke TPS. Padahal biasanya mereka yang paling aktif,” kata seorang petugas TPS di Kota Palu.
Rendahnya tingkat partisipasi ini memunculkan dugaan adanya skenario besar, untuk membuat banyak warga tidak memilih. Hengky Idrus, anggota tim relawan pasangan calon BerAmal, mengungkapkan kecurigaannya terhadap situasi ini.
“Kami menduga ada sebuah skenario besar yang sengaja dirancang untuk mencegah warga memilih. Gerakan ini masif dan terorganisir sehingga partisipasi pemilih menjadi rendah,” katanya.
Ia menambahkan, ketidaksiapan administrasi dan kekacauan di TPS, hanya salah satu cara untuk mengurangi angka partisipasi.
“Semua ini seperti direncanakan untuk melemahkan legitimasi pemilu,” ujarnya.
Masalah ini juga menjadi sorotan pihak DPRD Sulteng. Lembaga legislatif itu berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu.
Kabar yang diperoleh menyebutkan, RPD antara DPRD Sulteng dan penyelenggara pemilu, akan dilakukan pada Senin, 2 Desember 2024 sore. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan