(Didedikasikan untuk Kandidat Pilkada)
.
Saat ini, PBB (United Nations) mengingatkan kita akan tiga krisis planet yang mendesak, yang disebut triple planetary crisis: Climate Change (Perubahan Iklim). Kehilangan Biodiversitas, dan Polusi. Kehadiran pemimpin lokal yang berkualitas, adalah kunci dalam mencari solusi atas tiga krisis ini. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu jalannya
Oleh: Muhd Nur Sangadji
Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Tadulako
MANTAN WAKIL PRESIDEN Amerika Serikat sekaligus mantan calon Presiden, Al Gore, pernah menulis buku yang mengguncang dunia, berjudul: An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It. Buku ini juga telah diadaptasi menjadi film dokumenter. Jika diterjemahkan, artinya adalah “Sebuah Kebenaran yang Tidak Nyaman: Keadaan Darurat Planet terkait Pemanasan Global dan Apa yang Bisa Kita Lakukan”.
Pada tahun 1995, saat saya berada di Universitas Jean Moulin, Lyon 3, Prancis, dosen saya sendiri menolak gagasan tentang climate change. Ia adalah salah satu dari sedikit ahli klimatologi yang tidak percaya pada pemanasan global. Berdasarkan kajian posisi matahari dan fenomena atmosfer selama puluhan tahun, beliau menyimpulkan bahwa ini hanyalah mekanisme alam yang biasa terjadi.
Namun, saya sebagai muridnya memiliki pandangan berbeda. Saya yakin, mekanisme alam yang konstan ini telah disusupi oleh zat-zat sintetis atau material alamiah yang diproduksi secara berlebihan oleh aktivitas manusia (produksi antropogenik). Grafik peningkatan suhu secara linier ini dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Seperti yang disinyalir dalam Al Quran, telah nampak kerusakan di darat maupun di laut disebabkan oleh perbuatan manusia. Dengan keyakinan ini, saya percaya, perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) adalah kenyataan yang sedang terjadi.
***
Dalam bukunya, Al Gore menekankan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global adalah sesuatu yang nyata. Namun, kebenaran ini terasa tidak nyaman karena kita harus beradaptasi dan merubah gaya hidup kita sebagai manusia modern. Kita harus bersedia mengorbankan kenyamanan demi melindungi bumi.
Gaya hidup manusia modern ditandai dengan kecenderungan untuk memodifikasi (modify), mengambil (taking), dan menggantikan (substitution). Ini pada dasarnya berarti kita merubah sumber daya alam menjadi produk buatan (artificial). Dalam proses ini, dihasilkan energi, produk, dan sampah yang membawa dampak negatif bagi lingkungan.
Mulai dari hutan, laut, hingga udara—semua telah kita eksploitasi atas nama keberlanjutan hidup. Ini tidak salah, karena bumi memang diciptakan untuk dikelola demi kesejahteraan manusia. Namun, sebagai manusia yang diberi amanah untuk menjaga bumi, kita juga harus melindunginya. Bumi memiliki keterbatasan daya dukung (carrying capacity) dan daya tampung (assimilation, absorption), dan kita harus sadar akan hal ini.
***
Untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, kita sering kali membuka hutan. Hutan menyediakan kayu dan hasil lainnya yang sangat multi-fungsi. Namun, membuka hutan tanpa pertimbangan jangka panjang, akan merusak keseimbangan ekosistem, termasuk siklus hidrologi yang diatur oleh hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon yang memperburuk pemanasan global.
Selain hutan, sawah yang mengirimkan beras kepada kita juga menghasilkan gas rumah kaca, terutama metana (CH4), yang dihasilkan oleh bakteri anaerob di lahan tergenang air. Gas metana juga dihasilkan dari tumpukan sampah dan limbah peternakan. Meskipun sumbernya berbeda, gas ini sama-sama berkontribusi besar terhadap pemanasan global.
Fenomena pemanasan global, dapat dirasakan dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat matahari bersinar terik dan tiba-tiba tertutup awan, kita merasakan udara menjadi sangat gerah. Ini disebabkan oleh panas yang terperangkap oleh elemen-elemen GRK di atmosfer, seperti uap air. Mobil yang tertutup rapat dan terpapar sinar matahari, menunjukkan mekanisme serupa—panas masuk, tetapi tidak bisa keluar. Inilah cara kerja efek rumah kaca, dan ketika terjadi di seluruh dunia, kita menyebutnya pemanasan global.
***
Untuk menahan laju pemanasan global, ada dua hal yang harus dilakukan: mengurangi sumber emisi (pabrik, kendaraan, dan alat modern lainnya) dan melindungi solusi alami seperti hutan. Namun, ini bukan tugas yang mudah, karena memerlukan negosiasi antara negara maju dan berkembang, serta antara pemilik industri dan penjaga hutan. Program global seperti REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) berusaha menyeimbangkan kepentingan-kepentingan ini, tetapi tetap memerlukan komitmen kuat dari seluruh penghuni bumi.
Pemanasan global tidak hanya berdampak pada iklim, tetapi juga pada kesehatan manusia, seperti peningkatan risiko kanker kulit dan katarak. Dampak lainnya adalah naiknya permukaan laut, banjir, kekeringan, tanah longsor, dan hilangnya biodiversitas. Semua ini adalah ancaman nyata yang sudah kita rasakan saat ini. Oleh karena itu, komitmen dari pemimpin lokal sangatlah penting untuk menghadapi tantangan ini.
***
Jika kita peduli terhadap masa depan bumi, kita tidak hanya melakukannya karena komitmen global, tetapi karena kita sadar bahwa kitalah yang akan merasakan dampaknya. Dan dalam hal ini, komitmen pemimpin lokal menjadi kunci utama. Pilkada bisa menjadi salah satu sarana untuk memilih pemimpin yang peduli, pada perubahan iklim – climate change – dan siap berkomitmen melindungi lingkungan demi keberlanjutan kehidupan. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan