DI BALIK HIRUK PIKUK POLITIK Sulawesi Tengah, Ahmad Ali, calon gubernur Sulawesi Tengah yang kini banyak diperbincangkan, berdiri teguh.
Bukan tanpa rintangan, jalan menuju kontestasi politik 2024 yang tengah ia tapaki, dipenuhi oleh berbagai isu dan fitnah yang menyerangnya tanpa henti. Namun, di tengah badai itu, Kak Mad (biasa ia disapa) memilih tetap tenang.
Di tengah gerakan politik yang ramai dan kadang berisik, Ahmad Ali memilih mendengarkan. Kak Mad selalu di sini. Dia tak pernah jauh dari kita. Di sisinya, ada Longki Djanggola, M. Arus Abdul Karim, Mulhanan Tombolotutu, Mohammad Hidayat Lamakarate dan tentunya ada istrinya tercinta, Nilam Sari Lawira serta banyak tokoh penting lainnya.
Ahmad Ali menanggapi isu-isu yang dihembuskan kepadanya dengan cara yang tak biasa. Alih-alih memerangi fitnah dengan retorika keras atau polemik sengit, ia justru melangkah lebih jauh ke tengah masyarakat.
Ia tak pernah terlihat gelisah atau goyah. Ketika banyak orang di layar HP membicarakan gosip-gosip politik yang beredar, Kak Mad memilih diam sejenak, lalu melanjutkan perjalanannya ke pelosok-pelosok Sulawesi Tengah.
“Ada banyak hal yang harus saya kerjakan untuk rakyat. Isu dan fitnah itu bagian dari dinamika, tetapi tugas saya adalah melayani. Dan itu yang akan saya lakukan, sampai kapan pun,” katanya dengan santai.
Ada ketenangan yang terpancar dari cara ia berbicara — seperti lautan yang tahu badai akan datang, namun tetap mengalir dengan tenang.
Di Palu, Donggala, Sigi, Tolitoli, Buol, Parigi Moutong, Poso, Tojo Unauna, Morowali Utara, Morowali, Banggai, Banggai Laut hingga Banggai Kepulauan, langkah kakinya tak pernah surut.
Setiap hari adalah kesempatan bagi Ahmad Ali untuk menyapa lebih banyak orang. Tak jarang ia bercengkerama dengan warga di pasar-pasar, di warung-warung dan di sawah dan di beberapa tempat lainnya, mendengar langsung keluhan mereka tanpa perlu ada jarak yang memisahkan.
“Saya bukan hanya calon gubernur, saya bagian dari mereka. Apa yang mereka rasakan, saya rasakan,” ungkapnya rendah namun tegas.
Sementara isu-isu terus menerpa, Ahmad Ali tahu, suara-suara itu hanya sementara. Ia percaya, kerja kerasnya akan lebih berbicara daripada kata-kata.
Baginya, tanggung jawab seorang pemimpin adalah menyejahterakan rakyat, bukan terpancing dalam pertikaian kata-kata yang tak bermakna.
“Kalau saya sibuk membantah, siapa yang akan bekerja untuk mereka?” katanya dengan senyum kecil, ketika ditanya tentang responsnya terhadap berbagai fitnah.
Pilihan Kak Mad untuk terus fokus pada rakyat, dan bukan pada narasi negatif yang beredar, adalah strategi yang tak hanya memperlihatkan kecerdasan politiknya, tetapi juga kepiawaiannya sebagai pemimpin yang tenang dalam menghadapi tekanan.
Ia memahami, rakyat Sulawesi Tengah lebih membutuhkan solusi daripada drama politik.
Dan meski badai isu tak kunjung reda, Kak Mad tetap melangkah. Di bawah terik matahari, ia tak berhenti menyapa, mendengar, dan berusaha memahami apa yang rakyat butuhkan.
“Saya akan terus berjuang. Bukan untuk melawan fitnah, tapi untuk membawa Sulawesi Tengah ke arah yang lebih baik, membawa harapan baru bagi Sulawesi Tengah,” katanya dengan tatapan yang menyiratkan keyakinan mendalam.
Di balik kesederhanaan langkahnya, Kak Mad tahu, pekerjaan besar menantinya. Ia tahu, Sulawesi Tengah membutuhkan pemimpin yang tak hanya pandai berkata-kata, tetapi juga tahu bagaimana bekerja dalam keheningan, di tengah riuhnya suara politik.
Dan di sanalah Ahmad Ali berdiri—tegar di tengah isu, santai menghadapi fitnah, dan terus melangkah menyapa rakyat di setiap sudut Sulawesi Tengah. (*)
Tinggalkan Balasan