PALU, KAIDAH.ID – Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, menilai wacana penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hanya akan memperpanjang rantai birokrasi.
“Dengan adanya wacana ini, pengambilan kebijakan dan keputusan di Polri akan menjadi lebih lambat, karena rantai birokrasi semakin panjang,” kata Longki Djanggola dalam keterangannya kepada media, Senin, 2 Desember 2024.
Longki Djanggola menjelaskan, Kemendagri saat ini sudah memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mengelola pemerintahan dalam negeri.
Menempatkan Polri di bawah kementerian ini, katanya, hanya akan menambah beban kerja Kemendagri, yang berpotensi mengurangi efektivitas kedua lembaga tersebut.
“Di era digital seperti sekarang, kita membutuhkan institusi yang responsif dan cepat bertindak. Menambahkan lapisan birokrasi justru akan menghambat langkah itu,” tegasnya.
Menurut Longki, posisi Polri saat ini, yang langsung berada di bawah kendali Presiden RI, sudah sangat ideal. Dengan pengaturan ini, Polri dapat bekerja secara independen tanpa intervensi dari pihak lain, kecuali dari kepala negara.
“Jika Polri tetap di bawah presiden, maka kekuatan Polri terjaga, bebas dari intervensi, dan hanya bertanggung jawab kepada Presiden RI. Struktur ini sudah tepat,” jelas Longki.
WACANA USULAN PDIP, TANGGAPAN FRAKSI DPR HINGGA ADVOKAT RAKYAT
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, mengemukakan alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kemendagri. Ia menyebut, usulan ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan internal Polri yang memerlukan pengawasan lebih ketat.
Deddy juga mengingatkan, pemisahan Polri dari TNI pada era Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, bertujuan menjadikan Polri sebagai lembaga sipil bersenjata yang mandiri dan fokus pada pelayanan masyarakat.
Namun, wacana ini tampaknya tidak mendapatkan dukungan mayoritas fraksi di DPR. Longki Djanggola menyebut, penolakan dari berbagai fraksi menunjukkan kesadaran kolektif akan pentingnya mempertahankan kemandirian Polri.
“Usulan ini bukan hal baru, wacana serupa pernah muncul sebelumnya, tetapi tidak mendapatkan dukungan luas. Begitu juga sekarang, mayoritas fraksi menolak usulan PDIP,” ujarnya.
Longki berharap Polri tetap berada di bawah presiden agar institusi ini dapat menjalankan fungsinya dengan cepat, profesional, dan bebas dari konflik kepentingan birokrasi.
Sementara itu, seorang advokat rakyat, Agussalim Faisal menegaskan, wacana penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bertentangan dengan semangat reformasi 1998 dan berpotensi melemahkan demokrasi Indonesia.
Menurutnya, posisi Polri saat ini, yang berada di bawah Presiden, sudah tepat dan sesuai dengan prinsip ketatanegaraan.
“Usulan ini tidak sesuai dengan arah reformasi. Jika Polri di bawah Kemendagri, maka institusi ini akan kehilangan independensi dan profesionalismenya sebagai representasi negara,” katanya.
Agussalim menilai, usulan ini lebih bernuansa politis daripada berbasis kebutuhan sistemik. Ia mengkritik pernyataan Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, yang sebelumnya mengusulkan ide ini sebagai solusi untuk menjaga netralitas Polri, terutama dalam konteks pemilu.
“Jika ada masalah dalam kinerja Polri, yang perlu dilakukan adalah evaluasi fungsi dan kewenangannya, bukan memindahkan posisi institusinya. Penempatan Polri di bawah Kemendagri atau bahkan TNI justru akan membawa kita mundur ke era pra-reformasi,” tandasnya. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan