JAKARTA, KAIDAH.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, sebanyak tujuh proyek pembangunan smelter bauksit di Indonesia yang progresnya masih stagnan, dengan capaian pembangunan belum mencapai 60 persen. Kondisi ini menjadi perhatian serius dalam evaluasi program hilirisasi mineral, menyusul diberlakukannya larangan ekspor bijih bauksit sejak Juni 2023.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno menjelaskan, sebagian besar proyek tersebut terkendala masalah pendanaan dan belum berhasil menarik investor untuk melanjutkan konstruksi fasilitas pengolahan.

“Sebetulnya banyak yang belum jalan karena memang tidak dapat investor. Ini realita yang kita hadapi. Masih dalam proses pencarian investor untuk pendanaan,” kata Tri dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu, 30 April 2025.

Berikut daftar tujuh proyek smelter bauksit yang hingga kini masih menunjukkan kemajuan terbatas:

  1. PT Dinamika Sejahtera Mandiri – Sanggau, Kalimantan Barat
  2. PT Laman Mining – Ketapang, Kalimantan Barat
  3. PT Kalbar Bumi Perkasa – Sanggau, Kalimantan Barat (izin usaha pertambangan telah dicabut)
  4. PT Parenggean Makmur Sejahtera – Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah
  5. PT Persada Pratama Cemerlang – Sanggau, Kalimantan Barat
  6. PT Quality Sukses Sejahtera – Pontianak, Kalimantan Barat
  7. PT Sumber Bumi Marau – Ketapang, Kalimantan Barat

Sebagian besar proyek tersebut berada di Kalimantan Barat, yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan cadangan bauksit terbesar di Indonesia. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai penyelesaian proyek-proyek tersebut maupun skema pembiayaan yang mampu mendorong eksekusinya.

Tri menyebutkan, pemerintah akan membuka ruang evaluasi terhadap proyek-proyek yang tidak menunjukkan kemajuan signifikan. Evaluasi tersebut dapat berujung pada pencabutan izin usaha jika tidak ada perkembangan yang berarti. Di sisi lain, Kementerian ESDM juga mendorong pengembangan skema pendanaan alternatif dan kemitraan strategis guna memastikan kelanjutan program hilirisasi nasional.

“Ini perlu kita lakukan secara rutin dengan Kementerian Perindustrian, untuk melihat berapa sebetulnya input yang dibutuhkan oleh smelter itu sendiri,” kata Tri.

Hilirisasi mineral, termasuk bauksit, merupakan bagian dari upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri dan mendorong pertumbuhan industri pengolahan nasional.

Bijih bauksit adalah batuan yang mengandung mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, boehmite atau diaspore dan mineral lainnya seperti geotit, hematit, kaolinit dan anatase atau rutil. Bauksit juga merupakan mineral yang dapat diubah menjadi Smelter Grade Alumina (SGA) untuk menghasilkan aluminium.

Bauksit adalah bahan baku utama untuk membuat aluminium. Mineral ini mengandung kadar tinggi aluminium oksida (Al₂O₃), yang kemudian diolah melalui proses kimia (Bayer process) dan elektrolisis (Hall-Héroult process) menjadi logam aluminium.

Kegunaan utama aluminium hasil olahan dari bauksit ntuk industri transportasi sepeti untuk membuat bodi mobil, pesawat terbang, dan kereta karena ringan namun kuat.

Bauksit juga untuk konstruksi yang digunakan dalam jendela, pintu, atap, dan rangka bangunan. Kemudian kemasan seperti kaleng minuman, foil makanan, dan pembungkus karena tahan karat dan ringan.

Selanjutnya untuk peralatan rumah tangga seperti panci, wajan, alat masak, dan peralatan elektronik, serta untuk Listrik seperti konduktor kabel karena aluminium menghantarkan listrik dengan baik dan lebih ringan dari tembaga. (*)

Editor: Ruslan Sangadji