SIGI, KAIDAH.ID – Mahasiswa Pasca Sarjana Pertanian Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu menggelar temu lapang bersama petani di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Sabtu, 13 Januari 2024.
Temu Lapang itu, untuk mengenali, menganalisis dan membahas langkah yang telah dilakukan oleh petani dalam pengendalian hama terpadu.
Kegiatan ini merupakan inisiatif mahasiswa pascasarjana Pertanian Unisa, untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman petani mengenai pendekatan yang berkelanjutan dalam mengendalikan hama yang seringkali merugikan hasil panen.
“Ini menjadi salah satu bagian pembelajaran dan berbagi pengalaman antarpara petani dan mahasiswa pascasarjana,” kata Astuti, salah seorang mahasiswa pascasarjana Unisa.
Ia mengatakan, salah satu pokok pembahasan utama adalah terkait proses pengelolaan, pemeliharaan hingga panen yang dilakukan oleh petani yang ditemui di lapangan.
“Termasuk bagaimana petani memanfaatkan atau menggunakan agen pengendalian hayati, seperti predator alami dan bakteri yang bersahabat dengan tanaman,” jelasnya.
Dia menambahkan, temu lapang ini menjadi kesempatan untuk melihat langsung praktik-praktik petani di lapangan, melalui kunjungan ke lahan petani.
“Temu Lapang Pengendalian Hama Terpadu ini, akan menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran petani, mengenai pentingnya praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Indra Wjayanto, petani sayuran hidroponik mengetakan, ia memulai menanam sayur selada menggunakan metode hidroponik, ternyata lebih mudah dan menguntungkan, meskipun tetap ada serangan hama.
Dia menjelaskan, walaupun menggunakan media air, tanaman hidroponik juga tak luput dari serangan hama pada bagian daun maupun akar tanaman yang terendam air.
“Akibatnya, pertumbuhan daun tidak sempurna sehingga hasil panen bisa kurang maksimal nantinya,” katanya.
Untuk mengantisipasi serangan hama itu, petani itu melakukan upaya pencegahan dengan meningkatkan nutrisi bagi tanaman, sehingga memberikan imun yang kuat terhadap serangan hama.
“Apalagi di musim pancaroba, intensitas serangan pun bisa lebih tinggi sehingga perlu memberikan imun pada tanaman,” tuturnya.
Indra kemudian menunjukan salah satu penangkal serangan berbahan organik yang ia gunakan sebagai upaya preventif dan pengobatan yang digunakan sesuai dengan tingkat serangan yang terjadi.
Di tempat berbeda, seorang petani tomat bernama Heri menjelaskan, proses melakukan pengendalian terhadap serangan hama, dengan cara melihat waktu yang tepat untuk melakukan upaya perlindungan terhadap tanaman, agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap tamanam tomatnya.
“Cuaca sekarang sangat membuat kami harus lebih meningkatkan pengendalian terhadap serangan hama maupun penyakit, agar tidak gagal panen,” katanya.
Sementara itu Dr. Ir. Ratnawati, M.P, dosen pascasarjana Unisa menyebutkan, dari hasil kunjungan lapangan ditemukan, semakin intens penggunaan bahan kimia di lahan pertanian masyarakat. Orientasi produksi memaksa petani selalu menggunakan bahan kimia sebagai input pertaniannya.
Dia mengatakan, kergantungan yang tinggi pada bahan kimia, menjadi tantangan dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan. Padahal, berbagai pihak sering melakukan penyuluhan dengan mempraktikkan memanfaatkan agens hayati, misal penggunaan trichoderma dan penggunaan bahan organik limbah pertanian sebagai kompos.
“Namun ternyata, itu semua belum dapat menggantikan ketergantungan petani pada bahan kimia, apalagi bila harga produk pertanian lagi naik, seperti cabe dan tomat sekarang, maka aplikasi pestisida makin meningkat,” sebutnya.
Ke depan, katanya, diperlukan kesadaran ekologis petani dan tentu saja tidak dibiarkan mereka melakukan cara bertani yang tidak sehat dan tidak berkelanjutan.
“Perguruan tinggi punya peran penting untuk terus mengedukasi tentang penting keselamatan bersama, petani, konsumen dan lingkungan (Agroekosistem) dan itu sebenarnya esensi dari pertanian berkelanjutan,” tandasnya. (Subarkah*)
Tinggalkan Balasan