Ini adalah pembelajaran ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap tanggal 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah Qurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu. Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid buta), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.
Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang, bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi?.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd
Kaum muslimin yang berbahagia
Hari Raya Idul Adha adalah sejarah manusia memenangkan ego dan kemelekatan. Hari dimana kita diingatkan sebuah momentum untuk menyembelih ego dalam diri sendiri. Hewan ternak (kurban) sesungguhnya tamsil dari dominasi hawa nafsu dan syahwat kita. Tamsil segala kesesatan dan keburukan, kebodohan, kedengkian, ketakabburan, buruk sangka, kecintaan pada hal-hal material dan aspek lainnya, yang melekat pada diri kita.
Ibrahim Alaihissalam dan Ismail Alaihissalam telah mencontohkan itu kepada kita. Betapa kecintaan seorang ayah terhadap anak, harus dikorbankan sebagai wujud kecintaan kepada Allah. Dan contoh bakti seorang anak kepada orang tuanya, sehingga tak gentar meski harus berhadapan ujung pedang yang tajam yang akan memotong lehernya sendiri.
Ketaatan Ismail pada Ibrahim, menjadi contoh tentang ketaatan dan bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang sangat besar.
Betapa kedudukan orang tua sangat agung dalam Islam, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkannya sebagai salah satu amalan yang paling utama. Lalu, sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua?
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Maka beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggalkan Balasan