SRI SUGIYANTI atau akrab disapa Yanti, adalah sosok yang dikenal luas di dunia fundraising dan kemanusiaan. Sebagai ibu dari enam anak, ia telah menorehkan perjalanan panjang yang inspiratif.

Dari awal kariernya di Dompet Dhuafa (DD) hingga kini, menjadi bagian penting di Institut Fundraising Indonesia (IFI), Yanti terus menunjukkan dedikasi luar biasa untuk membantu sesama.

MASA KECIL DAN PENGARUH KELUARGA

Lahir di Jakarta pada 3 Oktober 1981, Yanti tumbuh dalam keluarga sederhana yang sangat menekankan kejujuran, disiplin, dan integritas. Ayahnya, seorang PNS TNI AL, mengajarkan pentingnya menghargai atasan dan menjaga nama baik keluarga.

“Kami hidup dari pemerintah, dan bapak selalu mengingatkan untuk tidak menjelekkan pemerintah,” kenangnya.

Sejak kecil, Yanti telah aktif dalam berbagai kegiatan. Mulai dari mengaji di masjid hingga memimpin organisasi seperti OSIS dan Pramuka. Aktivitas ini menanamkan rasa tanggung jawab dan membentuk karakternya yang peduli pada orang lain.

PERNIKAHAN MUDAN DAN KARIER

Di usia 21 tahun, Yanti menikah dengan Chairul Subhi, seorang pengusaha konfeksi asal Bogor, saat keduanya masih menempuh pendidikan tinggi. Perjalanan hidupnya bersama suami yang demokratis membawa mereka pada banyak pengalaman berharga, terutama dalam membantu masyarakat yang membutuhkan.

Sri Sugiyanti dan keluarga | Foto: Iqbal Setyarso

Karier Yanti di dunia fundraising dimulai ketika ia bergabung dengan Dompet Dhuafa. Salah satu proyek pertamanya adalah Tebar Hewan Kurban, sebuah program penggalangan dana kurban yang menyasar pelosok negeri.

“Di program ini, saya belajar bahwa fundraising bukan sekadar menggalang dana, tetapi juga melibatkan banyak orang untuk turut berkontribusi dalam aksi kemanusiaan,” ujar Sri Sugiyanti.

BERGERAK DI KEMANUSIAAN HINGGA KE SEBATIK

Pengalaman yang tak terlupakan bagi Yanti adalah program kemanusiaan di Sebatik, Kalimantan Utara. Ketika menemukan sebuah sekolah tanpa guru di wilayah tersebut, Yanti bersama suaminya berhasil mendatangkan dua guru dari Karawang, Jawa Barat. Mereka menggaji para guru ini hingga akhirnya mereka menetap dan menikah di Sebatik.

“Ketika ada yang ingin menyalurkan bantuan, saya selalu memprioritaskan Sebatik. Hingga kini, program pendidikan di sana terus berjalan berkat keberadaan relawan yang setia,” tuturnya.

BERBAGI ILMU DI IFI

Momentum bertemu dengan Arlina Fauziah Saliman, pendiri IFI, mengantarkan Yanti menjadi bagian dari institut yang berfokus pada pengembangan kapasitas fundraising di Indonesia.

Di bawah arahan tokoh-tokoh seperti Arlina dan Arifin Purwakananta, Yanti kini aktif memberikan pelatihan kepada berbagai lembaga, baik lembaga zakat (LAZ) maupun NGO.

“Fundraising bukan hanya soal mengumpulkan uang, tapi juga membangun kepercayaan, kolaborasi, dan komitmen. Di IFI, kami ingin melibatkan lebih banyak pihak untuk berbuat baik,” jelas Sri Sugiyanti.

DEDIKASI UNTUK KEMANUSIAAN

Pengalaman Yanti menunjukkan bahwa fundraising lebih dari sekadar profesi. Baginya, ini adalah panggilan hidup untuk membantu orang lain dan menciptakan perubahan.

“Kemanusiaan adalah pekerjaan hati. Dalam setiap langkah, kita harus melibatkan banyak orang untuk bersama-sama menyebarkan kebaikan,” pungkasnya.

Kini, melalui berbagai pelatihan dan aktivitas kemanusiaan, Yanti terus menginspirasi banyak orang. Ia membuktikan bahwa ketulusan dan kerja keras dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat luas. (*)

Penulis: Iqbal Setyarso
Editor: Ruslan Sangadji