JAKARTA, KAIDAH.ID – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyoroti urgensi pengembangan industrialisasi, sebagai kelanjutan dari keberhasilan program hilirisasi di Indonesia. Menurut anggota DEN, Septian Hario Seto, ada tiga langkah utama yang harus diterapkan, untuk mendukung industrialisasi agar berjalan optimal.

Seto menegaskan pentingnya sinkronisasi kebijakan di sektor perdagangan, investasi, dan insentif. Ia menilai, tanpa koordinasi yang baik, upaya pengembangan industrialisasi akan berjalan lambat.

“Ketiga elemen ini harus selaras. Misalnya, skema insentif, perizinan yang dikelola Kemenko Marves, pembangunan kawasan industri, hingga penyelesaian tata ruang harus sudah beres. Jika tidak sinkron, maka akan sulit untuk mencapai target,” ujar Seto dalam diskusi MINDialogue, Kamis, 9 Januari 2025.

Selain sinkronisasi kebijakan, transfer teknologi juga menjadi aspek penting dalam mendorong industrialisasi. Seto menyontohkan, perkembangan teknologi katoda baterai listrik, teknologi baterai berbasis LFP (Lithium Ferro Phosphate) telah dipatenkan oleh China. Namun, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk mengembangkan teknologi NCM (Nickel Cobalt Manganese) yang dinilai potensial.

“Teknologi NCM sangat cocok bagi kita. Contohnya, Grup MIND ID telah mengembangkan proyek HPAL (High-Pressure Acid Leaching) menggunakan teknologi yang bukan berasal dari paten China, melainkan teknologi lokal,” jelas anggota Dewan Ekonomi Nasional ini.

Ia menambahkan, meskipun Indonesia menjadi salah satu investor terbesar di sektor katoda LFP, penguasaan teknologi domestik masih perlu ditingkatkan.

“Kita perlu memanfaatkan peluang untuk mendorong teknologi lokal dan mematenkan inovasi kita di luar negeri,” tambahnya.

Seto juga mengingatkan pentingnya memahami nilai tambah (value added) dalam pengembangan hilirisasi. Menurutnya, industrialisasi harus fokus pada peningkatan nilai ekonomi dari produk-produk yang dihasilkan, sehingga memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.

“Kalau kita ingin mengembangkan hilirisasi lebih jauh, kita harus tahu nilai tambahnya. Dengan memahami ini, strategi kita akan lebih terarah,” tandasnya. (*)

Editor: Ruslan Sangadji