PALU, KAIDAH.ID – Yayasan Tanah Merdeka (YTM) menyampaikan keprihatinan atas kecelakaan kerja pada 21 Maret 2025 di Fasilitas Penyimpanan Tailing (Tailings Storage Facility/TSF) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali.

Kecelakaan kerja itu menyebabkan empat pekerja PT Morowali Investasi Konstruksi Indonesia (MIKI) tertimbun longsor. Satu pekerja berhasil diselamatkan, sementara tiga lainnya masih dalam pencarian.

PT MIKI merupakan kontraktor PT QMB New Energy Materials, perusahaan asal Tiongkok di IMIP. Insiden terjadi di fasilitas penyimpanan tailing PT QMB di kilometer 8 kawasan tersebut.

YTM menyoroti tingginya risiko pengelolaan tailing di IMIP, terutama di fasilitas milik PT Huayue Nickel Cobalt dan PT QMB New Energy Materials. Kedua perusahaan ini menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang menghasilkan limbah beracun berupa tailing.

Menurut YTM, setiap ton nikel yang dihasilkan melalui proses HPAL menghasilkan sekitar 100 ton tailing. Limbah ini dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan wajib dikelola secara ketat.

“Metode penyimpanan tailing di darat sangat berisiko, terutama di wilayah rawan bencana seperti Morowali,” kata Direktur YTM, Richard Labiro.

YTM juga mengingatkan kejadian banjir di Desa Labota pada Maret 2024, yang diduga akibat jebolnya tanggul tailing PT Huayue, berdampak pada lebih dari 1.000 jiwa.

Lantaran itu, YTM mendesak pemerintah meninjau ulang perizinan fasilitas tailing di IMIP, dan mengevaluasi standar keselamatan kerja di kawasan tersebut. Mereka juga meminta PT IMIP, PT QMB, dan PT Huayue bertanggung jawab atas kelalaian yang membahayakan pekerja dan masyarakat.

“Kami menuntut keterbukaan informasi dan tanggung jawab penuh atas keselamatan masyarakat dan lingkungan di Morowali,” tegas Richard. (*)

Editor: Moch. Subarkah