PALU, KAIDAH.ID – Warga Sulawesi Tengah (Sulteng) dari berbagai strata punya forum diskusi di WhatsApp Group (WAG). Namanya Tuaka untuk Negeri. Grup percakapan yang diinisiasi oleh Aslamuddin Lasawedy atau yang karib disapa Atang ini, beranggotakan 138 orang, mulai dari jurnalis, akademisi, legislator hingga pengusaha.

Boleh jadi, WAG Tuaka untuk Negeri ini yang paling aktif dari banyak WAG lainnya. Diskusinya mulai sejak pagi hingga pagi. Segala macam urusan dibicarakan di group ini. Mulai dari hal remeh temeh hingga perbincangan yang berat-berat. Dari yang serius, hingga baku gara (bercanda). Terganggu mungkin, karena banyaknya laporan percakapan yang masuk ke WAG. Soal baku gara, tak ada yang tersinggung, semuanya tetap santai menanggapi, walaupun ada satu dua orang terpaksa keluar group, karena ramai.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, termasuk salah seorang anggota WAG yang paling aktif berdiskusi.

Seorang tokoh Sulteng, Andi Mulhanan Tombolotutu, yang juga anggota WAG Tuaka untuk Negeri mengatakan, legislator dan senator wakil Sulteng, agar dapat mengikuti gaya Anwar Hagid yang peduli melalui diskusi 24 jam melalui WAG Tuaka untuk Negeri tanpa henti dengan berbagai topik.

“Kadang menyejukan, kadang memanaskan, tapi itulah dinamika dalam demokrasi, patut diapreasiasi oleh semua pihak,” nilai Mulhanan.

Dia menyarankan admin WAG Tuaka untuk Negeri, agar mengundang para legislator dan senator itu bergabung di WAG. Jika mereka tak merespon, mungkin karena tak terbiasa diskusi lepas tanpa arah, tapi minimal dapat menyimak lalulintas perbincangan.

Tinggal Setahap Lagi Sulteng Tancap Gas

Rabu, 29 Juni 2022, peserta WAG Tuaka untuk Negeri diskusi serius mengenai tambang di Morowali. PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menjadi perihalnya.

Anggota DPR-RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Tengah, Anwar Hafid menilai, menyoroti banyak hal. Termasuk Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2020, tentang Pengusahaan Pertambangan Migas, yang dinlai tabrakan dengan izin usaha industri dari Kementerian Perindustrian.

Menurut Anwar Hafid, izin tersebut berakibat pada PT IMIP tidak dikenakan pajak pengolahan dari Dana Bagi Hasil (DBH) smelter untuk Sulawesi Tengah.

“Yang dikenakan justru hanya PT Bintang Delapan Mineral dan perusahaan lain dari wilayah Morowali yang masuk di smelter PT IMIP. Sedangkan PT IMIP hanya membayar pajak karyawan saja, yang nilainya sangat kecil. Akibatnya, Sulteng buntung dan yang lain untung,” kata Anwar Hafid yang juga Ketua Partai Demokrat Provinsi Sulawesi Tengah itu.

PT Bintang Delapan Mineral dan tambang-tambang lain di Morowali, kata Bupati Morowali 2007 hingga 2018 itu, membayar pajak bahan ore dan bukan nikelnya.

“Itu yang membuat DBH kita sangat kecil,” ujarnya.

Dia bilang, jika dibandingkan dengan PT Vale di Soroako, Sulawesi Selatan, karena perusahaan itu masih menggunakan IUP Pemurnian yang diberlakukan sejak rejim sebelumnya, sehingga pengenaan pajak DBH sangat besar, karena yang dikenakan justru di mulut industri.

Percakapan di WAG Tuaka untuk Negeri | Foto: tamgkapan layar

“Artinya, DBH dari pajak nikel bukan ore. Makanya Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Luwu Timur mendapat pembagian yang besar dari DBH,” sebut Anwar Hafid.

Dia menjelaskan, jika ada regulasi yang bertolak belakang seperti saat itu, negara akan menggunakan regulasi dari rejim saat ini.

“Maka yang harus kita perjuangkan adalah kenaikan pengenaan pajak DBH Ore minimal 10 kali lipat agar bisa setara dengan 1 metrik ton nikel. Nah, langkah konkret yang pernah saya lakukan tahun 2017 dan Menteri ESDM siap memfasilitasi itu,” akunya.

Bahkan, menurut Anwar Hafid, ia pernah menyampaikan soal itu saat mendampingi Gubernur Rusdy Mastura bertemu Menteri ESDM dan Dirjen Minerba beberapa bulan lalu.

“Saya sudah menyampaikan sebelumnya. Jadi, tinggal setahap saja kita gebrak, yakinlah fiskal Sulteng langsung tancap gaas,” katanya.

Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, Andono Wibisono mengatakan, perlu digagas Forum Rembuk untuk Sulteng, yang mengelaborasi semua permasalahan krusial di daerah, mulai dari soal tata kelola tambang, industri tambang, rencana induk kelistrikan daerah, kemiskinan, dan potensi fiskal daerah.

“Dari Forum Rembuk untuk Sulteng itu, kita ajukan beberapa keputusan bersama dan disuarakan serentak kepada Presiden,” sarannya.

Forum Rembuk untuk Sulteng itu menjadi penting, agar perbincangan di WAG Tuaka untuk Negeri dapat berdaya guna, dan tidak hanya sekadar cuap-cuap melalui WAG.

Akademisi dari Universitas Tadulako, Sukardan Tawil menyambut baik gagasan Forum Rembuk untuk Sulteng tersebut.

Atta Mahmud yang juga Tenaga Ahli Gubernur Sulteng juga mangapresiasi gagasan tersebut. Dia mengatakan, istana perlu digebrak untuk kepentingan daerah. (*)