JAKARTA, KAIDAH.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Eva Monalisa menilai, perlu adanya kejelasan status hukum dan mekanisme pengawasan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai pengelola royalti musik di Indonesia.

“Posisi LMKN saat ini masih berada di area abu-abu, bukan sepenuhnya lembaga pemerintah, namun juga tidak murni entitas publik yang independen,” katanya.

Eva Monalisa menyampaikan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan VNT Networks, Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPP RI), serta LMKN di Ruang Rapat Baleg, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis, 13 November 2025.

Rapat tersebut membahas harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya terkait pengelolaan royalti musik.

Eva menegaskan, tanpa landasan hukum yang kuat dan sistem pengawasan yang jelas, pengelolaan royalti berpotensi menghadapi masalah transparansi dan akuntabilitas. Ia juga menyoroti aturan pelaksana di bawah undang-undang, seperti Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 56 Tahun 2021, yang dinilai masih menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaannya.

“LMKN ini posisinya tidak sepenuhnya lembaga negara, tapi juga tidak jelas mekanisme akuntabilitasnya ke publik. Karena itu, revisi UU Hak Cipta harus menegaskan status hukumnya agar tidak menjadi wilayah abu-abu,” tegas politisi Fraksi PKB tersebut.

Eva menambahkan, kejelasan status hukum LMKN, penting untuk memastikan lembaga tersebut memiliki dasar legal yang kuat dalam melakukan pemungutan, pengelolaan, dan distribusi royalti kepada pencipta lagu dan musisi.

Ia menegaskan, DPR mendukung perlindungan hak cipta, namun pengelolaannya harus transparan dan berpihak kepada pelaku musik, bukan menjadi beban baru bagi masyarakat kecil.

“Jangan sampai perlindungan hak cipta malah berubah jadi perlindungan kebingungan hukum. Kita ingin sistem yang sederhana, akuntabel, dan tidak memberatkan pelaku kreatif,” tegasnya.

Revisi UU Hak Cipta, kata Eva Monalisa, harus mengedepankan keseimbangan antara perlindungan hukum bagi pencipta dan kepastian hukum bagi pengguna karya.

“Kalau status hukumnya jelas, pengawasannya kuat, dan sistemnya transparan, maka industri musik kita akan tumbuh sehat,” tandasnya. (*)

(Ruslan Sangadji)