Jumat, 29 Maret 2024

Tekad Poso Kembangkan Kopi Arabika Organik. Subarkah: Perlu Uji Lab dan Sertifikasi

Tjitro, salah seorang petani kopi di Lembah Napu | Foto: Kaidah/Subarkah

POSO, KAIDAH.ID – Pemerintah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) bertekad untuk serius mengembangkan kopi arabika organik sebagai salah produk unggulan daerah itu. Sebagai wujud dari keseriusan itu, pemerintah setempat akan menindaklanjuti kerja sama dengan pengusaha asal Jerman untuk pengembangan kopi arabika organik tersebut.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno, kepada kaidah.id, Senin, 18 Oktober 2021 mengatakan, kerja sama itu sudah diteken pada 2021, dan menurut rencana akan direalisasikan pada 2022 mendayang.

“Sekira 700 hektare area pengembangan kopi arabika organik di Kecamatan Lore Piore dan Lore Tengah,” kata Suratno.

Dia mengatakan, puluhan petani di dua kecamatan itu nantinya, akan  dibina oleh pengusaha asal Jerman, untuk mengembangkan kopi arabika organik kualitas ekspor.

“Dalam waktu dua tahun ke depan, kopi arabika organik di wilayah itu sudah mulai berbuah meski belum maksimal. Tapi hasilnya sudah mulai terlihat,” katanya.

Oleh karena itu, kata Kadis Pertanian Poso,  petani setempat perlu mendapat pendampingan  untuk memastikan kualitas kopi pasca panen yang memenuhi standar ekspor.

“Untuk memastikan kualitas itu, pembinaan akan dilakukan mulai dari penanaman hingga panen dan pengolahannya,” kata dia.

Mengenai pasar, menurut Suratno, dalam kesepakatan tersebut, kopi arabika organik asal Poso tersebut akan dibeli langsung oleh pengusaha asal Jerman seharga Rp75 ribu per kilogram.

“Itu harga paling murah nantinya. Tapi nanti akan mengikuti harga jual di Jerman,” ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso menyebutkan, tahun 2018 luasan lahan produksi Kopi di empat kecamatan, yakni di  Lore utara seluas 159 hektare, Lore Tengah 219 hektare, Lore Timur 391 hektare dan Kecamatan Lore Peore 182 hektare.

Sedangkan untuk Produksi tahun 2018, di Kecamatan Lore utara sebanyak 95.30 ton, Lore Tengah 99.40, Lore Timur 324.15 ton, Lore Peore 200 ton.

Menurut Muhammad Subarkah, salah seorang pendamping petani kopi di Palu, saat ini sulit mendata kopi organin dan non organik. Pasalnya, meskipun ada yang mengklaim kopinya organik, tetapi ada residu dari penyemprotan tanaman sekitar kebun kopi.

“Kalau mau menyebut kopi organik, harus melewati uji laboratorium dan perlu ada sertifikasinya. Harus memastikan benar dari pembibitan, penanaman, perawatan hingga panen,” katanya.

Di Lembah Napu, jenis kopi yang mendominasi adalah kopi Robusta, tetapi sekarang petani juga telah menanam kopi jenis Arabica, karena wilayah lembah Napu memiliki ketinggian yang cukup bagi budidaya kopi arabika*