KESULTANAN BACAN punya seorang princess. Dia bernama Boki Siti Fatimah. Orang Belanda menyebutnya Princess Van Kasiruta.

Dalam tetralogi–Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca–dengan narasi yang saling sambung itu, Prinses Van Kasiruta hadir dalam dua novel terakhir itu.

Princess Van Kasiruta ini, seorang tokoh perempuan yang banyak berkontribusi dalam pergerakan nasional. Sejarah perjalanan pers di Nusantara juga, tidak terlepas dari namanya.

Princess ini adalah anak dari Sultan Muhammad Oesman Sadik, yang bertahta sebagai Sultan Bacan lenih kurang hingga tahun 1900.

Pramoedaya Ananta Toer (2003) pernah menuliskan Princes Kasiruta ini. Putri Sultan Bacan ini menikah dengan Raden Mas Djokomono alias Tirto Adhi Soerjo, yang dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional dan juga jurnalis generasi awal sebelum Indonesia merdeka.

Princes Kasiruta dan Tirto Adhi Soerjo alias Minke, disebut menikah sekitar tahun 1905 di Bacan. Keduanya menerbitkan sebuah media cetak bernama Medan Prijaji.

Sebuah versi menyebut, Sultan Oesman adalah saudara kandung Boki Siti Fatimah. Sultan Oesman merupakan salah satu sultan di bumi Nusantara, yang turut menyokong Medan Prijaji kala itu.

Sang sultan memberi modal kepada terbitan ini. Bersama Tirto Adhi Soerjo, ia mengupayakan Medan Prijaji berbadan hukum dan membentuk perusahaan N.V. Medan Prijaji pada 1908.

Princess Fatimah, secara langsung maupun tidak, juga terlibat dalam penerbitan Medan Prijaji mendampingi suaminya.

Medan Prijaji inilah, yang kemudian dikenal sebagai perintis pers di bumi Nusantara yang. Media pertama berbahasa Melayu ini, yang menyuarakan semangat nasionalisme Indonesia yang saat itu masih benih. 

Peran lebih sentral dijalankan Princess Fatimah saat Tirto merilis surat kabar berikutnya, Poetri Hindia, yang terbit di Betawi (Jakarta) sejak 1 Juli 1908.

Tetapi begitulah sejarah. Sosok Princess Fatimah, menurut sejumlah, sebenarnya masih simpang-siur. Bahkan di kalangan warga Bacan sendiri.

Kisah tentang dia, telah bercampur dengan kisah antara mitos dan fakta, dongeng atau kisah sejarah.

Jangankan Fatimah, riwayat Tirto Adhi Soerjo saja, nyaris tak diketahui publik, sampai Pramoedya Ananta Toer melakukan riset. Kendati begitu, orang-orang ini senang mengetahui ada orang dari Jawa yang ingin mengunjungi makam Boki Fatimah. (*)