SIGI – Tangan Nenek Galavende masih tampak kuat menggenggam ike, alat pemukul kayu. Ayunannya berirama memukul-mukul kayu di atas balok kayu kanore. Meski tak muda lagi, tapi nenek berusia sekitar 80-an tahun itu tampak kuat menyelesaikan selembar kain dari kayu.
Ketika itu, nenek Galavende tidak sendiri, masih ada sekitar 30 orang pengrajin kain berbahan baku kayu di Desa Pandere, sekitar 35 kilometer arah Selatan Kota Palu — ibukota Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Di desa ini telah dikenal sejak lama, sebagai desa penghasil kain dari kayu.
Di desa itu, para pengrajin memanfaatkan kayu ivo sebagai bahan utama membuat kain. Kayu itu mereka budidayakan sendiri dengan menanamnya di halaman rumah dan di kebun-kebun warga. Mereka tidak merambah hutan untuk mengambil kayu Ivo demi kepentingan membuat kain.
“Nanti hutannya rusak kalau kami ambil kayu untuk buat kain,” kata nenek yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia itu.
Nenek Galavende hanya membutuhkan enam pohon kayu ivo seukuran jari jempol orang dewasa, untuk dibuat menjadi kain seukuran 1,5 meter. Warga di Desa Pandere mengaku lebih memilih menggunakan kayu ivo, karena kualitas kain lebih bagus dibanding dengan kayu jenis lain.
Memang, banyak jenis kayu di Sulteng yang biasa digunakan warga untuk membuat kain. Antara lain seperti Kayu Nunu Lero (beringin), kayu Nunu Wiroe, yaitu jenis beringin yang hanya diambil pada bulan-bulan muda (Januari sampai Juni), karena keadaan kulitnya agak tebal sehingga mudah memisahkan kulit ari dengan jangatnya, sedangkan pada bulan tua (Juli sampai Desember) kulitnya menipis.
Ada juga kayu Nunu Tea Tonohera, yaitu jenis pohon beringin yang menyerupai pohon sukun dan jenis tumbuhan hutan yang sulit didapat, sehingga jarang diproses untuk pembuatan kain kulit kayu.
Pohon Nunu Malo atau Mao, yaitu jenis pohon beringin yang paling banyak digunakan masyarakat di Dataran Kulawi dan Pandere sebagai bahan pembuatan kain kulit kayu. Kain yang dihasilkan berwarna putih dan mudah diperoleh.
“Tapi kita cuma pakai kayu ivo saja, karena lembek kalau dipukul-pukul dan hasilnya juga bagus,” kata Nenek Galavende.
Tinggalkan Balasan