PALU, KAIDAH.ID – Warga di Dusun Sina’a, Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) sudah beres beraktivitas di luar rumah. Mereka telah selesai Salat Magrib dan bersiap makan malam bersama keluarga.
Tiba-tiba gemuruh dari dalam tanah bak makhluk raksasa yang memaksa muncul ke permukaan. Ternyata tanah longsor di dusun itu. Sekitar 20 warga tertimbun. Peristiwa yang terjadi pada 24 Februari 2021 petang itu, meninggalkan duka bagi banyak orang.
Longsor di lokasi tambang emas tanpa izin itu, kemudian melahirkan banyak spekulasi dan kritik. Sejumlah tokoh mendesak tambang emas tanpa izin ditutup untuk menjaga kelestarian lingkungan. Ada pula yang mendesak agar polisi menangkap pengusaha yang berada di balik pertambangan emas liar itu. Bahkan ada yang sampai menyebut inisial oknum di balik itu.
Tetapi ada pula pejabat yang memberikan pernyataan menggelitik, bahwa tambang emas liar itu menjadi sumber ekonomi warga.
“Tidak mungkin excavator itu datang dengan sendiri. Pasti ada yang mendatangkannya. Pasti ada pemiliknya. Siapa itu?,” kata Dedi Askary.
Pernyataan itu ditentang Ketua Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Sulteng, Dedi Askary. Menurut dia, longsor itu terjadi karena aktivitas 18 unit excavator yang setiap hari mengeruk tanah material emas di kawasan itu.
“Tidak mungkin excavator itu datang dengan sendiri. Pasti ada yang mendatangkannya. Pasti ada pemiliknya. Siapa itu?,” kata Dedi Askary.
Jika tambang emas liar itu menjadi sumber ekonomi masyarakat, Dedi Askary bertanya, kenapa masyarakat Desa Buranga menolak aktivitas pengerukan di desa mereka, karena daerah tersebut punya pengalaman ditimpa banjir Bandang pada 1999 silam dengan menelan korban tiga orang meninggal dunia.
Mayoritas masyarakat Desa Buranga dan sekitarnya juga, justru menyandarkan hidup mereka dari hasil pertanian dan perkebunan.
Dedy mengatakan, silakan saja mengolah tambang emas di Desa Buranga itu, tetapi harus memenuhi persyaratan hukum yang berlaku.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulteng, Sony Tandra menegaskan,tambang emas tanpa izin di semua lokasi di Sulteng, harus ditertibkan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
“Sambil melakukan penertiban, pemerintah juga perlu mengurus izin pertambangan rakyat atau wilayah pertambangan rakyat, agar lokasi potensial pertambangan yang sebelumnya ilegal bisa menjadi legal,” begitu sarannya.
Itu menjadi penting, karena kata dia, tambang rakyat diperuntukkan sepenuhnya kepada rakyat, untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang, bukan kepada pemodal besar.
“Model penambangan tidak dilakukan dengan menggunakan alat berat, dan tidak melibatkan pemodal,” tegas Sony Tandra.
Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor, Nizar Rahmatu bahkan lebih keras mengeritik kehadiran tambang emas tanpa izin itu. Dalam beberapa postingan di akun Facebook¸Nizar Rahmatu mendesak polisi menangkat siapa saja oknum di balik tambang emas tak berizin itu tanpa pandang bulu.
Polisi memang telah menyelidiki peristiwa itu, bahkan sampai mendatangkan ahli dari Jakarta dan Bandung. Ujung-ujungnya, polisi menetapkan seorang operator excavator sebagai tersangka. Tetapi, siapa saja pemilik excavator atau pengusaha di balik itu belum tersentuh. Namun polisi menyatakan, kemungkinan masih akan bertambah tersangka lainnya. Entahlah. (ochan)
Tinggalkan Balasan